JAKARTA - Mantan aktivis 1998 sekaligus politikus PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko menganggap ada perbedaan gaya pembangunan antara Soeharto saat Orde Baru dan Joko Widodo saat ini.
Hal ini membantah adanya anggapan pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dalam masa kepemimpinan Jokowi sama seperti gaya otoriter Orde Baru.
Kata Budiman, pembangunan di era Orde Baru (Orba) menjadikan rakyat sebagai objek, kemudian memacu pertumbuhan infrastruktur dengan mengomparasikan keuntungan.
"Pembangunan saat Orba mendorong dan mengeksplorasi keunggulan komparatif, yang pada akhirnya mengeruk sumber daya alam dan merusak lingkungan," tutur Budiman dalam diskusi webinar, Kamis, 22 Oktober.
BACA JUGA:
Ketika rezim otoriter saat Orde Baru menggetolkan infrastruktur, tapi meninggalkan PR hak asasi. Hal itu mengakibatkan munculnya desakan aspirasi keadilan, kesetaraan, dan kebebasan.
Namun demikian, dia tidak menyebut secara tegas mengenai perbedaannya. Hanya saja, PR itu terpaksa diselesaikan oleh pemerintahan berikutnya.
"Akhirnya, pemerintahan demokratis pasca 99 sampai sekarang terpaksa harus menyelesaikan PR yang harusnya diselesaikan rezim otoriter," tutur Budiman.
Selanjutnya, pada rezim demokratis di era Bj Habibie hingga Jokowi menambah fokus penjagaan pertumbuhan, mendorong ekonomi kreatif, dan menjaga APBN untuk program-program sosial.
"Jadi, pemerintahan sipil demokratis juga terpaksa harus menjalankan pemerintahan Orde baru sambil menjalankan proteksi-proteksi sosial," ungkapnya.
Namun, Budi menganggap kebutuhan perlindungan sosial telah diselesaikan sebelum Jokowi memimpin. Oleh sebab itu, Jokowi tinggal fokus untuk pembangunan kemajuan negara. Hal inilah yang mendorong Jokowi mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Omnibus Law itu memang diarahkan berbicara soal kemajuan dan debirokratisasi. UU ini diharapkan membuka pori pori birokrasi yang sudah sekian lama menghambat, menelantarkan proses perizinan, serta proses lahirnya entrepreneurship," imbuhnya.