Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, menanggapi pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyinggung penguasa saat ini seperti penguasa Orde Baru (Orba).

Nusron mengatakan pihaknya menghormati Megawati sebagai putri proklamator sekaligus Presiden ke-5 RI. Namun dia heran dengan pernyataan Megwawati, sebab penguasa saat ini merupakan hasil keringatnya sendiri.

"Kekuasaan hari ini itu dibentuk oleh Ibu Megawati itu sendiri selama 10 tahun, karena Pak Jokowi itu pada pemilu presiden tahun 2014 diusung oleh PDIP dan didukung rame-rame termasuk kami juga mendukung. Dan pada tahun 2019 juga didukung oleh PDIP kemudian dikatakan mirip seperti orde baru. Saya katakan yang orde baru itu siapa?," ujar Nusron di Media Center TKN Prabowo-Gibran di Jalan Sriwijay 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 28 November.

Politikus Golkar itu menjelaskan, tanda-tanda orde baru adalah manakala terjadi sentralisasi kekuasaan di tangan satu partai. Nusron pun menyinggung soal adanya mobilisasi aparatur sipil negara (ASN) untuk memenangkan capres tertentu yang ramai belakangan ini.

"Sekarang, apakah ciri-ciri itu ada dalam diri Pak Jokowi? Tidak ada, kekuasaan ini terdesentralisasi ke berbagai partai. Menko perekonomiannya dari Golkar kemudian menteri aparatur negara itu dari PDIP. Jadi kalau kemudian dikatakan mirip orde baru karena ada mobilisasi ASN yang paling bertanggung jawab terhadap mobilisasi ASN yang bisa melakukan itu adalah Menpan RB. Menpan RB nya itu dari, nah saya nggak sebut, dari partai tertentu," singgung Nusron.

Tan hanya menteri PAN-RB, Nusron juga menyindir menteri sosial dan menteri hukum dan HAM terkait potensi mobilisasi dukungan. Di mana menteri tersebut justru berasal dari partai pendukung penguasa saat ini.

"Mobilisasi kedua, adalah mobilisasi tenaga-tenaga perlindungan sosial seperti pendamping PKH yang berpotensi untuk dimobilisasi. Nah itu juga hanya bisa dilakukan oleh menteri sosial dan Kementerian Sosial juga tersentralisasi oleh partai tertentu," jelasnya.

"Kemudian yang bisa dimobilisasi adalah lapas juga. Kita tahu kebetulan menterinya juga datang dari partai tertentu. Kemudian yang nomor 4 adalah para pendamping pendamping desa yang bisa mempengaruhi kepala desa pembangunan desa diklaim sama ditakut-takutin kalau nggak ikut nanti nggak akan ke bagian pembangunan desa itu juga dari menterinya dari partai tertentu. Jadi kalau kemudian pemerintahan hari ini dikatakan orde baru, ciri-ciri orde baru adalah sentralisasi kekuasaan di tangan satu partai. Hari ini tidak ada sentralisasi kekuasaan di tangan satu partai," beber Nusron.

Nusron juga mengungkit soal dokumen diduga pakta integritas yang ditandatangani kepala BIN Papua untuk memenangkan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.

Menurut Nusron, tindakan itulah yang hampir menyerupai tanda orde baru karena badan intelejen digunakan untuk kepentingan menakut-nakuti orang.

"Saya tahu dan kita semua paham dan itu dilakukan oleh pasangan tertentu bukan oleh Pak Jokowi dan kita juga sama-sama tahu bahwa aparatur aparatur ini juga mempunyai kedekatan dengan pihak-pihak siapa," kata Nusron.

"Sehingga dengan adanya statement ini menjadi tidak relevan kalau pada hari ini kekuasaan dianggap menakut-nakutin mengancam, yang mengancam ini siapa? Yang diancam siapa? Nah ini namanya adalah menyebarkan ilusi yang nanti akan diciptakan kayak semacam psy war yang sifatnya nanti adalah post truth yang seakan-akan kita tidak pernah peduli hukum itu berdasarkan fakta atau berdasarkan pada ilusi," lanjutnya.

"Jadi sekali lagi menuduh kekuasaan hari ini dengan menuduh seperti perilaku orde baru sama saja menuduh perilaku menteri-menteri dari partai politik tertentu tersebut," ujar Nusron.