Bagikan:

JAKARTA – Pendiri Haidar Alwi Institute, R Haidar Alwi menyebut setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan Megawati Soekarnoputri dan PDI Perjuangan tidak akan bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.

Faktor pertama adalah sejarah dimana kenangan Orde Lama versus Orde Baru atau Soekarno versus Soeharto. Orde Baru merupakan memori kelam yang sangat membekas dalam ingatan Megawati, baik pada masa awal Soeharto berkuasa maupun saat Megawati berperan dalam reformasi tumbangnya Orde Baru.

“Kedua, faktor SBY. Saya lihat Megawati belum bisa menerima kekalahannya dari SBY di Pilpres 2004. Apalagi, saat itu bisa dibilang SBY dan Partai Demokrat merupakan “anak baru” di politik nasional,” ujar Haidar, Senin 16 September 2024.

Karena itu, frekuensi pertemuan keduanya pun bisa dihitung dengan jari meski dua dekade telah berlalu sejak 2004. Terlebih, SBY sendiri kini merupakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang tergabung dalam koalisi pendukung Prabowo-Gibran.

Faktor ketiga, lanjut Haidar, adalah Jokowi yang sudah menjadi rahasia umum bila Presiden RI ke-7 itu sudah dicap sebagai pengkhianat oleh PDI Perjuangan. Hal ini tak lepas dari dukungan Jokowi terhadap Prabowo, pencalonan Gibran sebagai cawapres, hingga pemecatan Bobby Nasution sebagai kader PDIP.

Dia menganggap, rencana pertemuan antara Prabowo dengan Megawati yang belakangan muncul tidak bermanfaat secara politik kecuali PDIP bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. “Bahkan mudaratnya lebih besar karena tidak ada lagi partai politik yang menjadi kontrol kekuasaan jika PDIP bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran,” imbuhnya.

Meski demikian, Haidar tak menampik bila tidak ada hal yang mustahil dalam politik Indonesia. Tapi, bila berbicara terkait konteks bergabungnya PDIP maka untuk mewujudkan hal tersebut bukan yang mudah bagi Prabowo Subianto.

“Ada harga mahal yang harus dibayar misalkan sejumlah kursi menteri untuk PDIP yang merupakan partai dengan jumlah kursi terbanyak di DPR dan satu-satunya partai yang belum bergabung ke dalam koalisi Prabowo-Gibran. Artinya, PDIP berada pada posisi tawar yang lebih tinggi dan mereka tahu Prabowo tidak menginginkan adanya oposisi,” terang Haidar.