Bagikan:

JAKARTA - Polri menyatakan AKBP Raden Brotoseno tak dipecat dari Koprs Bhayangkara karena hanya dijatuhi sanksi berupa demosi berdasarkan putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

Keputusan pemberian sanksi itu dikarenakan adanya pembelaan yang menyatakan Borotoseno patut dipertahankan sebagai anggota Polri sebab dinilai berprestasi.

"Adanya pernyataan atasan AKBP R. Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian," ujar Kadiv Porpam Polri Irjen Ferdy Sambo dalam keterangannya, Senin, 30 Mei.

Selain itu, pertimbangan lain tak dilakukan pemecatan karena Haris Artur Haidir selaku pihak penyuap dalam kasus korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat, dinyatakan bebas.

Keputusan bebas itu berdasarkan hasil persidangan ditingkat kasasi dengan nomor putusan 1643-K/pidsus/2018, tertanggal 14 November 2018.

Kemudian, Brotoseno juga sudah menjalani masa hukumannya. Terlebih, dia berkelakuan baik sehingga mendapat remisi atau pengurangan masa tahanan.

"Terduga pelanggar telah menjalani masa hukuman 3 tahun 3 bulan dari putusan PN Tipikor 5 tahun karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di Lapas," ungkap Sambo.

Alasan terakhir, dalam proses sidang KKEP, Brotoseno tak mengajukan banding. Artinya, dia menerima semua sanksi yang dijatuhkan.

"AKBP R. Brotoseno menerima keputusan Sidang KKEP dimaksud dan tidak mengajukan banding," kata Sambo.

Raden Brotoseno menjadi pembicaraan karena kembali bertugas di Polri. Padahal, dia merupakan residivis kasus korupsi.

Brotoseno dinyatakan bersalah dan disanksi 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta atas kasus korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.

Dengan putusan itu, Raden Brotoseno menjalani masa penahanan sejak 2017. Hingga akhirnya, bebas bersyarat sejak Februari 2020, dan bebas murni pada akhir September 2020. Dia bebas lebih cepat karena mendapat program pembebasan bersyarat. Raden Brotoseno menerima remisi 13 bulan 25 hari.