Pertanyaan ICW Akhirnya Terjawab, Alasan di Balik Raden Brotoseno Kembali ke Polri
Raden Brotoseno/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Teka-teki soal mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Raden Brotoseno yang kembali ke Polri akhirnya terungkap. Raden Brotoseno tetap diterima sebagi anggota Korps Bhayangkara meski berstatus sebagai residivis kasus korupsi.

Munculnya teka-teki ini berawal dari adanya informasi yang didapat Indonesia Corruption Watch (ICW). Disebutkan Brotoseno kembali menjabat sebagai penyidik madya Direktorat Tindak Pidana Siber Bareksrim.

Lantas, ICW pun menyurati Polri melalui Asisten SDM Polri guna mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut. Proses penyuratan dilakukan sejak Januari 2022.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai Raden Brotoseno dianggap tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian. Alasannya, dia pernah terlibat kasus korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.

Bahkan, berdasarkan keputusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusan nomor 26 tahun 2017, Raden Brotoseno divonis bersalah dan disanksi 5 tahun penjara.

"Hingga saat ini surat dari ICW tak kunjung direspon oleh Polri," ujar Kurnia dalam keterangannya, Senin, 30 Mei.

Menurutnya, Brotoseno seharusnya sudah diberhentikan sebagai anggota Polri. Rujukannya aturan pada Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.

Kemudian, adanya penyataan mantan Kapolri, Tito Karnavian menyebutkan bakal mengeluarkan Brotoseno dari Polri jika ia divonis di atas 2 tahun penjara.

"ICW mendesak agar Polri menjelaskan secara gamblang kepada masyarakat perihal status Brotoseno di kepolisian," kata Kurnia.

Polri Menjawab

Tak lama setelah munculnya informasi itu, Polri akhirnya memberikan jawaban. Raden Brotoseno memang kembali bertugas di Korps Bhayangkara.

Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengatakan berdasarkan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Brotoseno tak diberi sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH). Melainkan, sanksi demosi.

Demosi merupakan mutasi yang bersifat hukuman berupa pelepasan jabatan dan penurunan eselon serta pemindahtugasan ke jabatan, fungsi, atau wilayah yang berbeda.

"Direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi," ucap Sambo.

Pemberian sanksi itupun tertuang dalam Nomor: PUT/72/X/2020, tertanggal 13 Oktober 2020.

Kemudian, dalam putusan itu, Brotoseno juga diberi sanksi lainnya seperti meminta maaf kepada pimpinan Polri, baik secara langsung ataupun tertulis.

"Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan sidang KKEP dan atau secara tertulis kepada pimpinan Polri," ungkap Sambo.

Alasan di Balik Demosi

Pemberian sanksi berupa demosi kepada Brotoseno dengan adanya beberapa pertimbangan. Satu di antaranya karena adanya pembelaan yang menyatakan Borotoseno patut dipertahankan sebagai anggota Polri sebab dinilai berprestasi.

"Adanya pernyataan atasan AKBP R. Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian," sebut Sambo.

Selain itu, pertimbangan lain tak dilakukan pemecatan karena Haris Artur Haidir selaku pihak penyuap dalam kasus korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat, dinyatakan bebas.

Keputusan bebas itu berdasarkan hasil persidangan ditingkat kasasi dengan nomor putusan 1643-K/pidsus/2018, tertanggal 14 November 2018.

Kemudian, Brotoseno juga sudah menjalani masa hukumannya. Terlebih, dia berkelakuan baik sehingga mendapat remisi atau pengurangan masa tahanan.

"Terduga pelanggar telah menjalani masa hukuman 3 tahun 3 bulan dari putusan PN Tipikor 5 tahun karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di Lapas," ungkapnya.

Alasan terakhir, dalam proses sidang KKEP, Brotoseno tak mengajukan banding. Artinya, dia menerima semua sanksi yang dijatuhkan.

"AKBP R. Brotoseno menerima keputusan Sidang KKEP dimaksud dan tidak mengajukan banding," kata Sambo.

Sebagai informasi, Brotoseno dinyatakan bersalah dan disanksi 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta atas kasus korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.

Dengan putusan itu, Raden Brotoseno menjalani masa penahanan sejak 2017. Hingga akhirnya, bebas bersyarat sejak Februari 2020, dan bebas murni pada akhir September 2020. Dia bebas lebih cepat karena mendapat program pembebasan bersyarat. Raden Brotoseno menerima remisi 13 bulan 25 hari.