ICW Soal Polri Kembali 'Peluk' Raden Brotoseno: Bagaimana Mungkin Orang yang Menggunakan Jabatan untuk Raup Keuntungan Dianggap Berprestasi?
Raden Brotoseno. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ada kejanggalan di balik keputusan Polri tetap menerima Raden Brotoseno sebagai anggota Korps Bhayangkara. Terutama mengenai pertimbangan di balik keputusan tersebut.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan Polri melalui sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memiliki beberapa pertimbangan tak melakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Satu di antaranya, Brotoseno dianggap berprestasi.

Pertimbangan ini dianggap janggal karena Brotoseno merupakan tersangka kasus tindak pidana korupsi. Bahkan, sudah dinyatakan bersalah dalam proses persidangan.

"Brotoseno dinilai berprestasi selama menjalankan dinas di kepolisian. Ini pun janggal, sebab, bagaimana mungkin seseorang yang menggunakan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum dianggap berprestasi," ujar Kurnia dalam keterangannya, Selasa, 31 Mei.

Kemudian, pertimbangan lainnya yang dirasa janggal yakni, adanya pertimbangan dari atasan Brotoseno. Di mana, mantan penyidik KPK itu dianggap layak dipertahankan.

Adanya pernyataan itu, kata Kurnia, pihaknya mulai menyoroti sosok atasan Brotoseno tersebut. Polri diminta untuk mengungkap identitas atasan Brotoseno secara transparan.

Sehingga, sosok atasan itu dapat menjelaskan alasannya mempertahankan Brotoseno.

"Siapa sebenarnya atasan tersebut? Selain itu, pihak yang memberikan rekomendasi terhadap Brotoseno itu mestinya juga ditindak atau setidaknya diperiksa, perihal motif dan tujuannya mempertahankan Brotoseno," kata Kurnia.

Dengan adanya kejanggalan dari pertimbang yang mendasari tak dilakukan pemecatan terhadap Brotoseno, ICW pun menilai tindakan Polri mencerminkan rendahnya semangat pemberantasan korupsi.

"Kembalinya yang bersangkutan sebagai anggota Kepolisian aktif menjelaskan semangat anti-korupsi yang sangat buruk di institusi Polri," ungkapnya.

Penilaian itu karena merujuk pada Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Di mana, pada aturan itu disebutkan bahwa anggota Polri dapat diberhentikan atau dipecat apabila dipidana penjara berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian.

"Sedangkan satu syarat lainnya atau yang kerap disebut sebagai sidang kode etik mestinya langsung memberhentikan Brotoseno karena ia melakukan kejahatan dalam jabatan dan telah dibuktikan saat proses persidangan," kata Kurnia.

Alasan Polri

Dalam kesempatan sebelumnya, Polri melalui Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menyebut AKBP Raden Brotoseno tak dipecat dari Korps Bhayangkara. Dia hanya karena hanya dijatuhi sanksi berupa demosi.

Pemberian sanksi itupun berdasarkan putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Putusan itupun tertuang dalam surat Nomor: PUT/72/X/2020, tertanggal 13 Oktober 2020.

"Direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi," ucap Sambo.

Demosi merupakan mutasi yang bersifat hukuman berupa pelepasan jabatan dan penurunan eselon serta pemindahtugasan ke jabatan, fungsi, atau wilayah yang berbeda.

Keputusan pemberian sanksi itu dikarenakan adanya pembelaan yang menyatakan Brotoseno patut dipertahankan sebagai anggota Polri sebab dinilai berprestasi.

"Adanya pernyataan atasan AKBP R. Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian," kata Sambo.

Sebagai informasi, Brotoseno merupakan anggota Polri berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Dia sempat bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam perjalanan karirnya, Brotoseno tersandung kasus korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.

Berdasarkan hasil persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusan nomor 26 tahun 2017, Raden Brotoseno divonis bersalah dan disanksi 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta

Dengan putusan itu, Raden Brotoseno menjalani masa penahanan sejak 2017. Hingga akhirnya, bebas bersyarat sejak Februari 2020, dan bebas murni pada akhir September 2020. Dia bebas lebih cepat karena mendapat program pembebasan bersyarat. Raden Brotoseno menerima remisi 13 bulan 25 hari.