JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengkritik Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kenapa harus turun dari jabatannya pada 2024.
Refly heran Luhut mempertanyakan agenda ketatanegaraan Indonesia. Dia menilai Luhut tidak paham aturan dalam topik yang disampaikannya.
"Namanya agenda dalam sistem pemerintahan presidentil, presiden dijamin masa jabatannya kecuali mendapatkan pemakzulan. Jadi tidak ada mosi tidak percaya dan kabinet jatuh," terangnya, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Kamis 17 Maret.
Refly menjelaskan, hanya sistem pemerintahan parlementer yang jadwal pemilihan umumnya bisa dilakukan sewaktu-waktu. Sementara sistem presidentil agenda ketatanegaraan telah diatur dalam konstitusi yang sifatnya pasti.
"Dalam sistem pemerintahan presidentil, pemilu itu ajeg, sekali dalam lima tahun, atau sekali dalam empat tahun," ujarnya.
Refly menganggap wajar Luhut tidak mengatahui konstitusi secara mendalam. Namun, sebagai menteri Luhut diharapkan tidak memunculkan pernyataan kontroversi sehingga menimbulkan kegaduhan.
"Jadi wajar Pak Luhut tidak paham seperti ini," imbuhnya.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menegaskan memperpanjang masa jabatan presiden sama saja dengan merusak konstitusi.
Zainal mengungkapkan, sejarah tidak pernah mencatat negara demokrasi pernah merusak konstitusi dengan mengubah masa jabatan presiden.
BACA JUGA:
Dia bilang, negara yang memperpanjang kekuasaan presiden dengan mengubah konstitusi biasanya menganut sistem pemerintahan otoriter. Kekuasaan pemerintahannya dipimpin oleh seorang tirani atau segelintir orang.
"Tidak ada negara demokrasi yang gemar bermain-main dengan masa jabatan," tegas Zainal dalam diskusi bertajuk 'Demokrasi Konstitusional Dalam Ancaman', Rabu 16 Maret.