JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan 10 surat perintah penyidikan (sprindik) untuk mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri dkk.
"Khusus dari tahun 2020 hingga saat ini, telah ada 10 surat perintah penyidikan perkara TPPU," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 24 Februari.
Sedangkan sejak 2012 hingga 2021, Ali menyebut, ada 45 sprindik yang diterbitkan untuk mengusut dugaan pencucian uang oleh para pelaku korupsi.
Dirinya mengatakan penerbitan sprindik ini dilakukan karena KPK saat ini memprioritaskan penjeratan hukuman tambahan. Sehingga, penerimaan kas negara dari hasil pemulihan aset bisa menjadi optimal.
"Prinsip ini penting dan KPK saat ini terapkan dalam setiap penyelesaian perkara Tindak pidana korupsi," tegasnya.
Hanya saja, KPK tidak bisa sembarangan menerbitkan sprindik karena penerapan TPPU baru bisa dilakukan ketika ada bukti perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi menjadi aset seperti properti, kendaraan, hingga surat berharga.
"Pada praktiknya, penerapan pasal TPPU pada perkara tindak pidana korupsi tentu harus memenuhi berbagai unsurnya," ujar Ali.
BACA JUGA:
"Sebagai pemahaman bersama bahwa prinsip penerapan TPPU adalah ketika terdapat bukti permulaan yang cukup dugaan terjadinya perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi menjadi aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, surat berharga, dan lainnya," imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, kini KPK memang sedang mengusut sejumlah kasus TPPU yang salah satu tersangkanya adalah Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin. Dari keduanya, bahkan KPK tengah menyita aset berupa tanah dan bangunan dengan nilai mencapai Rp50 miliar.
Penetapan Puput dan Hasan sebagai tersangka dugaan pencucian uang ini dilakukan setelah KPK melakukan pengembangan kasus suap jual beli jabatan yang menjeratnya.
Selain itu, komisi antirasuah juga tengah mendalami dugaan TPPU yang menjerat mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji. Dia diduga menyamarkan dan menyembunyikan hasil suap dari para wajib pajak untuk membeli aset.