Ketua KPK Perintahkan Anak Buahnya Ungkap Pembuat Sprindik Palsu Erick Thohir
Gedung KPK/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memerintahkan jajarannya untuk mengungkap pihak yang menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) palsu yang bertuliskan nama Menteri BUMN.

Perintah ini disampaikannya kepada Deputi Penindakan KPK Karyoto karena komisi antirasuah tak pernah mengeluarkan surat tersebut.

"Saya tidak pernah menandatangani surat tersebut. Deputi penindakan saya perintahkan untuk ungkap siapa pelakunya," kata Firli kepada wartawan, Kamis, 10 Desember.

Pengusutan ini, sambung dia, perlu segera dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Menjelaskan hal yang sama, Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri menegaskan lembaganya tak pernah menerbitkan sprindik tersebut.

Selain itu, dia mengimbau masyarakat maupun pihak penyelenggara negara untuk waspada terhadap pihak yang mengatasnamakan atau mengaku sebagai pegawai KPK.

"Jika masyarakat maupun pemerintah daerah menghadapi pihak-pihak yang meminta uang, fasilitas atau pemerasan dalam bentuk apapun, segera laporkan pada kepolisian setempat dan informasikan kepada KPK," ujarnya.

Sebelumnya, beredar sebuah surat perintah penyidikan (sprindik) KPK tertanggal 2 Desember 2020.

Sprindik yang belakangan disebut palsu ini ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri.

Dalam surat ini disebutkan, sejumlah penyidik termasuk Novel Baswedan diberi kuasa melakukan penyidikan dugaan kasus korupsi pengadaan alat rapid test COVID-19 melalui PT Rajawali Nusantara Indonesia (RIN) yang dilakukan Erick Thohir selaku Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Surat ini kemudian ditanggapi oleh staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga. Dia meminta penyebar kabar bohong mengenai surat perintah penyidikan (sprindik) terkait dengan dugaan korupsi terhadap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir segera ditindak secara hukum.

"Jadi, apa yang beredar itu sudah jelas hoaks, kami berharap supaya yang membuat atau menyebarkan ini bisa diproses juga secara hukum karena telah menyebarkan sebuah berita atau bahan-bahan yang hoaks," ujar Arya Sinulingga dikutip dari Antara, Kamis 10 Desember.