Bagikan:

SUMBAR - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar menilai potensi kerugian akibat reklamasi tanpa izin di dermaga Jorong Kalukua, Nagari Singkarak, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, mencapai Rp3,3 miliar.

Kepala Departemen Kajian Advokasi dan Kampanye Walhi Sumatera Barat, Tommy Adam mengatakan potensi itu dikaji Walhi dengan membandingkan citra satelit di wilayah itu pada 2016 dengan 2022.

Total ada 2.976 meter persegi bagian danau yang direklamasi tanpa izin dan potensi kerugiannya berupa biaya kerugian ekologis yang terdiri dari biaya menghidupkan fungsi tata air sebesar Rp1,2 miliar, biaya pengaturan tata air Rp6,7 juta, biaya pengendalian erosi Rp1,7 juta.

Kemudian biaya pembentukan tanah Rp148.000, biara pendaur ulang unsur hara Rp1,3 juta dan biaya fungsi pengurai limbah Rp128.000. Setelah itu biaya ekonomi berupa kerugian hilang umur pakai lahan Rp952.320.000.

Kemudian biaya lingkungan yang terdiri dari biaya pemulihan menghidupkan fungsi tata air Rp1,2 miliar. Biaya pemulihan pengaturan tata air Rp6,7 juta, biaya pengendalian erosi Rp1,7 juta, biaya pemulihan pembentukan tanah Rp148.000, biaya pemulihan pendaur ulang unsur hara Rp1,3 juta dan biaya pemulihan fungsi pengurai limbah Rp128.000.

"Total potensi kerugian negara berdasarkan kajian yang kami lakukan melalui Permen Nomor 7 tentang Ganti Kerugian Akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan, UU 17 2003 tentang keuangan negara dan UU Nomor 1/2004 tentang perbendaharaan negara mencapai Rp3,3 miliar," kata dia dalam diskusi daring bersama KPK dan Pemprov Sumbar, Antara, Jumat, 21 Januari.

Reklamasi ini telah dilakukan semenjak Juli 2016 oleh PT Kaluku Indah Permai dengan luas danau yang ditimbun sekitar 30-50 meter dan panjang 70-100 meter

Pembangunan itu tidak sesuai dengan Perda Kabupaten Solok 1/2013 tentang RTRW Kabupaten Solok pada 20212-2031

"Walhi merekomendasikan penghentian kegiatan PT KIP, memeriksa administrasi perusahaan, menghitung kerugian materi daerah, serta melakukan upaya, perbaikan kerusakan lingkungan Danau Singkarak," kata dia.

Sementara Sekdaprov Sumatera Barat, Hansastri, mengatakan, kegiatan reklamasi memang sudah ada sejak 2016 dan Pemprov Sumatera Barat sudah melakukan langkah-langkah terkait hal itu.

"Kami perintahkan penghentian kegiatan langsung pada saat ini dan memang ini muncul lagi saat ini. Kami pastikan kegiatan itu tidak memiliki izin dari Pemprov Sumbar," kata dia.