Kasus Omicron Diprediksi Meningkat Februari, DPR: Jangan ke Luar Negeri, Kalau Mau Refreshing Tunda Dulu
ILUSTRASI UNSPLASH

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah memprediksi puncak kenaikan kasus Omicron terjadi di bulan Februari-Maret. Masyarakat diimbau agar tidak melakukan perjalanan ke luar negeri guna menekan laju penyebaran COVID-19 varian baru tersebut. Terlebih, sebagian besar kasus positif Omicron di Tanah Air merupakan penularan dari luar negeri.

"Masyarakat harus paham, kalau berkunjung karena ingin refreshing, ditunda dulu lah. Refreshing bukan persoalan penting," ujar aggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto kepada wartawan, Jumat, 21 Januari. 

Menurut legislator Jawa Tengah itu, masyarakat bisa menikmati liburan tanpa harus ke luar negeri. Apalagi, kata Edy, kebanyakan negara tujuan wisata juga tercatat transmisi tinggi penyebaran varian Omicron.

"Saya mengimbau kepada masyarakat, tahan dululah ya karena kita paham betul transmisi ini kebanyakan di negara-negara seperti Turki, Amerika, Malaysia, Singapura. Ini negara-negara yang memang tercatat transmisinya tinggi," jelasnya.

Politikus PDIP itu mengingatkan  masyarakat, khususnya pejabat dan publik figur agar membantu pemerintah berupaya mencegah penularan kasus COVID-19 terutama varian Omicron. Jangan sampai, kata dia, usai liburan malah menjadi sumber atau orang yang membawa virus Omicron ke Indonesia.

Edy menyatakan, anggota DPR tidak akan melakukan kunjungan ke luar negeri jika tidak ada kegiatan yang sangat penting sebagai bagian mencegah penularan Omicron.

"Jangan sampai negara sedang fokus menangani Omicron dan seluruh rakyat Indonesia sedang fokus ke situ, kita tidak memberi contoh yang baik," tegas Edy.

Selain itu, Edy mengatakan percepatan vaksinasi COVID-19 juga perlu dilakukan dalam upaya pencegahan penularan Omicron. Jika sudah mendapatkan dosis lengkap, kata dia, maka harus segera ikut vaksinasi booster sesuai aturan pemerintah.

Sementara jika belum sama sekali menerima vaksin, Edy mengimbau, segera mengikuti vaksinasi dosis pertama dan kedua. Pasalnya, vaksin apalagi booster bisa mengurangi risiko kasus berat. 

"70 persen kasus sebagian besar itu hanya pada tahap ringan sedang. Ini pentingnya vaksinasi," katanya.

Selain itu, sambung Edy, upaya testing dan tracing atau pelacakan juga harus ditingkatkan, selain soal protokol kesehatan. Kemudian, distribusi obat-obatan COVID-19 atau penggunaan obat telemedisin harus dipermudah. Dengan begitu kata dia, pasien-pasien tidak perlu berdatangan ke layanan-layanan kesehatan.

"Pusat-pusat isolasi mandiri perlu disiapkan, sehingga mengurangi jumlah yang dirawat di rumah sakit. Karena ringan sedang itu sesungguhnya tidak perlu di rumah sakit," kata EEdy.