JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri kepemilikan perusahaan dan aset dari Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS) yang merupakan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (e-KTP).
Untuk menelusurinya, KPK memeriksa Rini Winarta dari PT Cahaya Mulia Energi Konstruksi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 1 Desember sebagai saksi untuk tersangka Paulus Tannos dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (e-KTP).
"Rini Winarta (PT Cahaya Mulia Energi Konstruksi) hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan kepemilikan perusahaan dan aset dari tersangka PLS," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 2 Desember.
Selain itu, KPK juga memeriksa Direktur Teknologi dan Informasi BPJS Kesehatan/ mantan Direktur Utama PT LEN Industri Wahyudin Bagenda untuk tersangka Paulus Tannos dalam penyidikan kasus tersebut.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses pembayaran dari proyek KTP-elektronik ke beberapa konsorsium pelaksana," ucap Ali.
Sementara, KPK juga menginformasikan seorang saksi yang tidak memenuhi panggilan tanpa adanya konfirmasi, yaitu Pauline Tannos dari PT Cahaya Mulia Energi Konstruksi.
"Yang bersangkutan tidak hadir dan tidak mengonfirmasi alasan ketidakhadirannya. KPK mengimbau untuk kooperatif hadir pada penjadwalan berikutnya," kata Ali.
Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi KTP-el.
BACA JUGA:
Tiga tersangka lainnya, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya (ISE), Anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP-el Husni Fahmi (HF).
Empat orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa ketika proyek KTP-el dimulai pada 2011, tersangka Paulus Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor dan tersangka Husni dan Isnu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Padahal Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.
Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung kurang lebih selama 10 bulan dan menghasilkan beberapa output diantaranya adalah SOP pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) di mana pada 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.
Tersangka Paulus Tannos juga diduga melakukan pertemuan Andi Agustinus, Johannes Marliem, dan tersangka Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati "fee" sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban "fee" yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.
Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek KTP-el tersebut.