Buronan Korupsi e-KTP Paulus Tannos Lolos karena <i>Red Notice</i> Terlambat Terbit
ILUSTRASI ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan buronan kasus dugaan korupsi KTP elektronik Paulus Tannos berhasil lolos karena "red notice" yang terlambat terbit.

"Paulus Tannos itu nasibnya sudah bisa diketahui, tapi memang ada kendala, yang bersangkutan red notice-nya penerbitannya terlambat," kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dikutip ANTARA, Rabu, 25 Januari.

Karyoto mengatakan seandainya "red notice" tersebut sudah terbit, Paulus Tannos bisa langsung ditangkap saat keberadaannya terlacak di Thailand.

"Kalau pada saat itu sudah yang bersangkutan betul-betul 'red notice' sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand," ujarnya.

Dia menerangkan pengajuan "red notice" Interpol terhadap Tannos telah dilakukan sejak lima tahun lalu. Namun, pengajuan itu ternyata belum terdaftar ke dalam sistem Interpol.

"Pengajuan DPO itu 'red notice' sudah lebih dari lima tahun, ternyata setelah dicek di Interpol belum terbit. Kita enggak tahu apa sebabnya, apakah karena ada kesalahan upload dan lain-lain, kita enggak tahu," ujarnya.

Namun dia memastikan pihak KPK sudah memperbaiki kekurangan tersebut sehingga kedepannya proses penerbitan "red notice" bisa lebih cepat.

"Kemarin sudah kita perbaiki semua. Mudah-mudahan yang sudah ditetapkan sebagai DPO akan secara otomatis pada waktunya akan terbit 'red notice' secara internasional dari Interpol Lyon," katanya.

Paulus Tannos diketahui telah masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK terkait kasus dugaan korupsi pengadaan KTP eleektronik. Pada 13 Agustus 2019, Paulus Tannos diumumkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.

Paulus Tannos juga diduga lakukan pertemuan untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan sepakati "fee" sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban "fee" yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.

Sebagaimana muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait dengan proyek e-KTP tersebut.