JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkap keberadaan Paulus Tannos, mantan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra di luar negeri pemeriksaan mereka terkendala. Tannos merupakan tersangka kasus dugaan megakorupsi proyek pengadaan e-KTP.
"Paulus Tannos ini domisilinya sekarang sudah di Singapura dan KPK beberapa kali sudah kembali mengirimkan surat panggilan kepada yang bersangkatan. Saya tidak tahu apakah sudah ada balasan, nanti akan kami periksa," kata Alexander yang dikutip dari YouTube KPK RI, Jumat, 1 Oktober.
Jika nantinya Tannos tidak bersedia diperiksa di kantor komisi antirasuah, Alexander bilang, pihaknya akan meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura untuk memberikan fasilitas pemeriksaan.
"Sudah beberapa kali KPK berkoordinasi dengan CPIB untuk saksi maupun yang menjadi tersangka kami periksa di kantor CPIB," ujarnya.
Tak hanya itu, Alexander juga mengatakan pihaknya merasa kesulitan memeriksa Paulus Tannos akibat pandemi COVID-19. Menurutnya, para penyidik tidak bisa leluasa pergi ke Negeri Singa itu akibat adanya sejumlah pembatasan.
"Memang kesulitannya juga karena pandemi, penyidik KPK belum bisa masuk ke Singapura," tegasnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK terakhir memanggil Tannos pada Jumat, 24 September. Hanya saja, dia tidak hadir karena berada di Singapura.
Dalam perkembangan kasus korupsi pengadaan e-KTP, KPK menetapkan empat tersangka baru pada Agustus 2019 lalu. Mereka adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi; serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Adapun perusahaan yang dipimpin Tannos, PT Sandipala Arthapura diduga diperkaya hingga Rp145,85 miliar dari proyek ini.
Sebagai informasi, kasus korupsi pengadaan e-KTP ini telah merugikan negara hingga Rp2,3 triliun jika merujuk laporan Badan Pemeriksa Keuangan.
Kasus ini menyeret nama sejumlah petinggi di kementerian seperti mantan Dirjen Dukcapil Irman dan mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
Selain itu, ada juga nama mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, mantan anggota Komisi III DPR RI Fraksi Hanura Miryam S Haryani, mantan anggota Komisi III DPR RI Markus Nari.