Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kesulitan mengusut dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Apalagi, sejumlah tersangka yang terlibat dalam kasus ini berada di luar negeri.

"Ada beberapa tersangka yang sudah kita tetapkan yang domisilinya di luar negeri," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers yang dikutip dari YouTube KPK RI, Rabu, 25 Agustus.

Ia mengatakan pembatasan yang diberlakukan pemerintah membuat pihaknya kesulitan untuk meminta keterangan dari para tersangka. Selain itu, para tersangka tersebut kini berstatus permanent resident sehingga perlu koordinasi dengan negara terkait.

Meski begitu, Alex mengatakan pengusutan kasus megakorupsi ini akan terus berlanjut. Surat perintah penyidikan dugaan korupsi e-KTP, sambungnya, juga masih berlaku.

"(Pengusutan, red) tetap jalan terus karena sprindiknya sudah kita keluarkan juga dan ada beberapa tersangka yang sudah kita tetapkan," tegasnya.

Sebagai informasi, kasus korupsi pengadaan e-KTP ini telah merugikan negara hingga Rp2,3 triliun jika merujuk laporan Badan Pemeriksa Keuangan.

Kasus ini menyeret nama sejumlah petinggi di kementerian seperti mantan Dirjen Dukcapil Irman dan mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri Sugiharto. Selain itu, ada juga nama mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, mantan anggota Komisi III DPR RI Fraksi Hanura Miryam S Haryani, mantan anggota Komisi III DPR RI Markus Nari.

Adapun KPK terakhir kali menetapkan empat tersangka baru dalam kasus e-KTP pada Agustus 2020 lalu. Mereka adalah mantan anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sekaligus Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi, dan Dirut PT Shandipala Arthaputra Paulus Tanos.