Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut keterlibatan Pimpinan DPR RI dalam kasus korupsi, seperti yang dialami Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin bukan karena memanfaatkan jabatannya.

Peluang terjadinya korupsi karena mereka yang duduk sebagai anggota dewan maupun pimpinan lembaga legislatif tidak memiliki integritas.

"Saya kira ini lebih pada faktor integritas seseorang yang memang sudah sejak awal bermasalah," kata Lucius kepada wartawan yang dikutip Senin, 27 September.

Sayangnya, faktor integritas ini tidak pernah jadi hal serius yang diperhatikan oleh partai politik saat menentukan seseorang duduk sebagai pimpinan DPR RI. Sehingga, ketika menjabat malah terjerat dalam kasus korupsi seperti yang dialami Azis Syamsuddin juga mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.

Selain itu, Lucius juga menyoroti hubungan antara partai dan kader yang hendak maju menjadi anggota atau pimpinan DPR. Kata dia, partai politik kebanyakan lebih mengutamakan faktor kedekatan dan finansial ketimbang faktor kejujuran dan integritas. Sehingga, hubungan pragmatis ini justru berujung pada keterlibatan sosok tertentu dalam praktik korupsi.

"Oleh karena itu saya kira ini penting untuk diperhatikan ke depannya agar faktor integritas harus menjadi syarat utama dalam perekrutan atau proses seleksi figur politisi yang dipasang untuk jabatan tertentu baik di parpol maupun di lembaga-lembaga pemerintahan," tegasnya.

"Kalau urusan integritas ini diabaikan, ke depannya akan makin rutin kita menyaksikan pimpinan-pimpinan lembaga dari kader parpol yang menjadi tersangka dan terpidana korupsi," imbuhnya.

Sebagai informasi, ada dua Pimpinan DPR RI yang pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK selain Azis Syamsuddin. Pertama dan paling menyorot perhatian adalah Setya Novanto.

Mantan Ketua DPR RI ini ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus megakorupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

Dia terbukti menyalahgunakan jabatan dan kedudukannya saat menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar untuk melakukan pembahasan angaran. Tak hanya itu, Novanto juga memperkenalkan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong dengan pihak tertentu untuk mempermudah proses penganggaran e-KTP tersebut.

Dalam kasus ini, dia terbukti menerima uang dengan total 7,3 juta dolar Amerika Serikat dengan rincian 3,5 juta dolar AS diberikan melalui keponakannya, Irvanto Pambudi Cahyo serta 1,8 juta dan 2 juta dolar AS diberikan melalui perusahaan milik swasta bernama Made Oka Masagung.

Selain Novanto ada juga nama Taufik Kurniawan yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada 2018 lalu terkait kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) setelah menerima suap dari Bupati Kebumen periode 2016-2021 Yahya Fuad.

Sementara Azis Syamsuddin ditetapkan sebagai tersangka karena dugaan pemberian suap terhadap mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Ia diduga memberi suap bersama mantan Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado untuk mengamankan kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) di Lampung Tengah.

Adapun uang yang diduga diberikan kepada Stepanus mencapai Rp3,1 miliar dari total Rp4 miliar yang jadi kesepakatan awal.