Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Azis Syamsuddin sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap AKP Stepanus Robin Pattuju, Sabtu, 25 September, dini hari. Setelah Azis dijemput paksa KPK di kediamannya pada Jumat, 24 September, malam.

Dalam kasus tersebut, suap diduga diberikan Azis Syamsuddin ketika AKP Robin masih menjadi penyidik KPK. Suap diduga diberikan agar Robin membantu mengurus penyelidikan kasus dugaan korupsi di Lampung Tengah. Penyelidikan itu dilakukan terkait dugaan keterlibatan Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado.

Azis Syamsuddin diduga telah memberi suap Rp 3,1 miliar ke AKP Robin. Suap diberikan secara bertahap, baik langsung ke AKP Robin maupun lewat pengacara bernama Maskur Husain.

"Sebagaimana komitmen awal pemberian uang dari AZ kepada SRP dan MH sebesar Rp 4 miliar, yang telah direalisasikan baru sejumlah Rp 3,1 miliar," ujar Ketua KPK, Firli Bahuri.

Atas perbuatannya, Azis Syamsuddin diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) a atau Pasal 5 ayat (1) b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Azis kemudian ditahan selama 20 hari pertama di Rutan Polres Jakarta Selatan. Penangkapan Azis Syamsuddin ini menambah panjang daftar pimpinan DPR RI yang menjadi tersangka kasus korupsi di KPK.

Sebelum Azis, ada dua Pimpinan DPR lain yang lebih dulu berurusan dengan KPK. Yakni, mantan Ketua DPR Setya Novanto dari Partai Golkar dan mantan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Menyikapi hal tersebut, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai partai politik harus berbenah untuk mengirimkan kader terbaiknya mengisi jabatan penting di legislatif dan eksekutif.

"Saya tidak ingin menyalahkan yang sudah terjadi, saya harap dengan ditahan Pak Azis Syamsuddin, sebelumnya Alex Noerdin, dan Setya Novanto dulu, bisa jadi masih ada sisa-sisa. Tapi saya berharap ke depannya ini parpol mengirimkan kader-kader terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan di legislatif maupun eksekutif," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Sabtu, 25 September.

Boyamin meyakini, setiap partai politik memiliki kader yang berkualitas dan berintegritas. Karenanya, dia mengatakan parpol harus menyaring kadernya yang bakal dicalonkan untuk jabatan legislatif ataupun eksekutif.

"Kalau ini cara saringannya benar saya yakin setidaknya akan mendapatkan kader-kader terbaik dalam duduki jabatan dan emban amanah. Jadi sekali lagi itu bisa dilakukan saringan dengan cara ilmu pengetahuan, psikotes, profile assessment, cara track record dan cara pendidikan," jelas Boyamin.

Boyamin berharap keberadaan anggaran operasional parpol dari APBN segera terwujud. Sebab menurutnya, hal ini bisa memicu parpol mengirimkan kader-kader terbaik untuk duduk di jabatan publik.

"Nanti parpol yang standarnya paling bagus, demokrasinya hidup, sistem pengkaderan bagus, maka akan dapat anggaran 100 persen. Tapi, kalau sistem demokrasinya buruk, tidak ada mekanisme mahkamah partai dan tidak ada mekanisme penggantian ketum yang demokratis dan sebagainya maka akan dikurangi 20 persen," katanya.

Dia juga berharap, parpol semakin profesional sehingga ketika mengirim kader terbaik otomatis pasti bergaris lurus dengan integritas dan kejujuran.

"Sesuatu yang berbanding lurus, sehingga nantinya tidak akan ada lagi DPR menjadi kartu gilir untuk diproses oleh KPK atau penegak hukum lainya," sambung Boyamin.