JAKARTA - Nama Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin masuk ke dalam pusaran kasus suap penghentian perkara yang menjerat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKP Stepanus Robin Pattuju.
Dia disebut memperkenalkan penyidik dari kepolisian ini dengan Wali Kota Tanjung M Syahrial yang saat itu, tengah diselidiki terkait kasus korupsi suap jual beli jabatan.
Hanya saja, nama Azis bukan pertama kalinya terseret dalam kasus dugaan korupsi yang diusut KPK. Penelusuran VOI, ada sejumlah kasus yang pernah menyeret nama politikus Partai Golkar tersebut.
Apa saja kasus tersebut?
Kasus korupsi pengadaan proyek simulator Surat Izin Mengemudi (SIM)
Pada 2013 lalu, Azis yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI disebut terlibat dalam korupsi pengadaan simulator SIM. Keterlibatannya ini disampaikan oleh Ketua Panitia Pengadaan Proyek Simulator SIM AKBP Teddy Rusmawan yang pernah diperintah Kepala Korlantas kala itu, Irjen Djoko Susilo.
Dalam persidangan, nama Azis disebut oleh Teddy. Menurutnya, ada empat kardus uang yang diantarkannya kepada anggota DPR, khususnya kelompok Banggar DPR.
Teddy juga menyebut nama Anggota Komisi III DPR selain Nazaruddin yang menurutnya diberikan dana tersebut, yakni Bambang Soesatyo dari Partai Golkar, Aziz Syamsuddin dari Partai Golkar, Desmond Mahesa dari Partai Gerindra, dan Herman Heri dari PDI Perjuangan.
Saat itu dia juga sempat diperiksa oleh penyidik KPK. Sementara ditanya terkait keterlibatannya, dia membantah telah menerima uang panas tersebut.
Disebut pernah ancam mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani
Pada 2017 lalu, Azis pernah disebut mengancam saksi kunci dalam kasus megakorupsi e-KTP yang juga mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani. Hal ini terungkap dari kesaksian tiga penyidik KPK, termasuk Novel Baswedan yang dihadirkan dalam persidangan terkait kasus tersebut.
Ada sejumlah anggota DPR RI yang disebut mengancam Miryam, mereka adalah Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Desmond J. Mahesa, Masinton Pasaribu, Syarifudin Suding dan ada satu lagi anggota komisi 3 yang tidak diingat namanya oleh penyidik.
Adapun dalam kasus suap ini, Miryam merupakan salah satu saksi kunci pemberian dan penerimaan uang terkait kasus eKTP. Dia merupakan pihak yang menyiapkan sejumlah uang untuk dibagi-bagikan.
Uang diberikan secara tunai dengan amplop yang pada masing-masing telah diberi kode, amplop mana untuk anggota, pimpinan dan kapoksi.
Sebelum membagikan uang, Miryam juga mengaku berkoordinasi dengan pimpinan Komisi 2 kala itu, Chaeruman Harahap. Koordinasi dilakukan untuk memastikan berapa nominal uang yang mesti diberikan untuk rekan-rekannya di DPR tersebut.
Menanggapi hal ini, Azis yang saat itu menjadi anggota Komisi III DPR RI dan Ketua Banggar DPR RI mengaku heran atas kesaksian yang menyebut dirinya mengancam agar Miryam mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dalam perkara itu.
Dia menegaskan tidak pernah berbicara soal kesaksian dalam kasus e-KTP dengan Miryam.
"Saya juga bercerita sama Pak Masinton emang kita pernah ngobrol. Saya bilang saya ndak pernah ketemu sama Ibu Miryam dan tidak pernah bicara tapi beliau mengatakan itu dalam persidangan," ujarnya kala itu.
Politisi Partai Golkar ini kaget dengan pengakuan Miryam yang dikutip penyidik senior KPK Novel Baswedan. Apalagi, kata Aziz, dirinya tidak pernah satu komisi dengan Srikandi Partai Hanura itu.
"Kita tidak pernah satu komisi sama Ibu Miryam kita juga kaget Ibu Miryam menyatakan hal seperti itu," tegasnya sambil menyebut, jika Miryam tak bisa membuktikan ucapannya maka dia bisa terancam pasal pencemaran nama baik.
BACA JUGA:
Pernah disebut terima 100 ribu dolar Amerika terkait kasus korupsi e-KTP
Selanjutnya, pada 2018, nama Azis kembali terseret dalam kasus megakorupsi e-KTP. Dalam persidangan, keponakan Setya Novanto yang saat itu jadi terdakwa, Irvanto Hendra Pambudi mengaku pernah menyerahkan uang 100.000 dollar Amerika Serikat kepada anggota DPR RI Aziz Syamsuddin.
Uang tersebut diduga ada kaitannya dengan proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). "Saya serahkan 100.000 ke Pak Aziz Syamsuddin," ujarnya.
Menurut Irvan, penyerahan uang itu atas perintah pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Adapun, penyerahan uang dilakukan di kediaman Aziz Syamsuddin.
Sementara saat diperiksa sebagai saksi, Azis membantah dirinya pernah menerima uang tersebut. "Saya sampai sekarang di komisi III, tidak tahu soal proyek e-KTP dan tidak pernah menerima sesuatu dari e-KTP," ucap Aziz.
Lebih lanjut soal pertanyaannya dengan terdakwa Irvanto, Aziz mengaku kenal dengan Irvanto sebagai pengurus Golkar dan keponakan dari Setya Novanto.
"Irvanto kan pengurus Golkar, kalau tidak salah Wabendum (Wakil Bendahara umum). Dia saudara dengan Setya Novanto. Sejak tahun 2004 saya masuk DPD, kalau ketemu Pak Setya Novanto, ada dia (Irvanto)," ungkap Aziz.
Hakim pun menanyakan apakah Aziz mengetahui soal Irvanto yang membayar Rp 5 miliar untuk Rapimnas di Bogor, Jawa Barat. Mendengar pertanyaan tersebut, Aziz menjawab tidak tahu.
Terbaru, nama Azis kembali mencuat dalam kasus penghentian pengusutan perkara yang ditangani KPK. Dalam perkara ini, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Mereka adalah penyidik KPK dari unsur Korps Bhayangkara AKP Stepanus Robin Pattuju, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, dan pengacara Maskur Husain.
Keterlibatan Azis dalam suap ini, diawali saat dirinya mengenalkan Stepanus kepada M Syahrial yang tengah berperkara hukum terkait dengan kasus jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai.
Dia diduga kenal Stepanus dari ajudannya yang sama-sama berasal dari Korps Bhayangkara.
"Diduga kenal yang bersangkutan dari ajudan AZ (Azis Syamsuddin) yang juga anggota Polri," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada VOI, Jumat, 23 April.
Hanya saja, dugaan ini masih akan didalami lebih lanjut. Tentunya, ini memerlukan pemanggilan terhadap politisi tersebut.
"Nanti akan didalami lebih lanjut pada tahap pemeriksaan di penyidikan," tegasnya.
Adapun pertemuan antara Azis, Stepanus, dan M Syahrial ini terjadi pada Oktober 2020. Awal kongkalikong ini terjadi di rumah dinas yang ditempati Azis.
Pertemuan dan perkenalan ini diduga karena M Syahrial punya masalah hukum dan masih di tingkat penyelidikan. Selanjutnya, untuk memuluskan keinginannya agar kasus tersebut tak naik ke penyidikan, M Syahrial menyogok Stepanus sebesar Rp1,3 miliar.
ICW minta KPK selisik hubungan Stepanus dan Azis
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mendesak agar KPK menelisik hubungan antara Stepanus dan Azis. Sebab, pertemuan yang terjadi pada Oktober 2020 terasa janggal apalagi setelah diketahui pertemuan itu terjadi di rumah dinas Azis Syamsuddin.
"Apakah itu pertemuan pertama atau sebelumnya mereka sudah pernah berkomunikasi?" tanya Kurnia dalam keterangan tertulisnya.
Tak hanya itu, Kurnia juga mempertanyakan keamanan informasi penyelidikan kasus korupsi di KPK. Sebab, dirinya heran bagaimana Azis Syamsudin tahu jika ada kasus yang tengah diselidiki KPK.
"Dalam hal ini harus dijawab, dari mana dia tahu bahwa KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi di Tanjungbalai," ungkap pegiat antikorupsi ini.
Kurnia menduga ada informasi yang bocor dari internal komisi antirasuah terkait penyelidikan ini. Hal tersebut, kata dia, selanjutnya perlu diusut lebih jauh.
"KPK harus segera menerbitkan surat perintah penyelidikan atas sangkaan Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang pembantuan dalam perkara Tipikor," pungkasnya.