JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pettuju tak bermain sendiri sebagai makelar kasus untuk menghentikan penyidikan kasus korupsi yang menjerat Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Penyidik dari unsur kepolisian ini diduga melibatkan penyidik lain untuk melancarkan aksinya.
"ICW meyakini penyidik Robin tidak bertindak sendiri dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi ini," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya kepada VOI, Jumat, 23 April.
Dugaan ini muncul karena ICW menilai, dalam menghentikan penyelidikan suatu kasus korupsi perlu kesepakatan kolektif dari penyidik dan mendapat persetujuan dari Kedeputian Penindakan di KPK.
"Sehingga pertanyaan lanjutannya, bahkan lebih jauh, apakah atasannya di kedeputian penindakan mengetahui rencana jahat ini," ungkap pegiat antikorupsi tersebut.
Kurnia juga meminta KPK untuk menelisik hubungan antara Robin dan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin pada Oktober 2020 lalu. Apalagi, pertemuan ini terasa janggal dilakukan di rumah dinas politikus Partai Golkar tersebut.
"Apakah itu pertemuan pertama atau sebelumnya mereka sudah pernah berkomunikasi?" tanyanya.
Terakhir, Kurnia menyampaikan, proses penegakan hukum yang dikenakan kepada Stepanus juga harus mengarah pada pengusutan atas penerimaan uang sejumlah Rp438 juta pada rentang waktu Oktober 2020 sampai April 2021.
"Maksud pengusutan tersebut adalah guna mencari informasi, apakah praktik lancung ini baru pertama terjadi atau sebelumnya sudah sering dilakukan oleh tersangka? Jika iya, siapa lagi pihak-pihak yang pernah melakukan transaksi tersebut?," tegasnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, nama Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin terseret dalam pusaran kasus suap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stepanus Robin Pattuju. Dia disebut-sebut memperkenalkan penyidik KPK dari unsur kepolisian tersebut dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
Hal ini terungkap dari kronologi kasus dugaan suap terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021, yang ujungnya menetapkan tiga orang tersangka yaitu Stepanus Robin Pattuju (SRP), Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS), dan pengacara yaitu Maskur Husain (MH).
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan kasus ini bermula pada 2020 lalu. Saat itu, terjadi pertemuan di rumah dinas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Dalam pertemuan itu, Azis disebut memperkenalkan Stepanus yang merupakan penyidik KPK dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Hal ini dilakukan, karena saat itu Syahrial tengah dibidik terkait dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai yang masih dalam tahap penyelidikan.
Perkenalan ini bertujuan agar KPK tak menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan.
"Menindaklanjuti pertemuan di rumah AZ kemudian SRP mengenalkan MH kepada MS untuk membantu permasalahannya," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Kamis malam, 22 April.
Usai pertemuan digelar, Stepanus dan Maskur membuat kesepakatan dengan M Syahrial. Agar perkara ini tak naik ke penyidikan, Syahrial harus menyiapkan dan membayarkan uang sebesar Rp1,5 miliar dan hal ini disetujuinya.
"MS menyetujui permintaan SRP dan MH tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik RA teman dari saudara SRP dan juga MS memberikan uang secara tunai kepada SRP hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp1,3 miliar," ujar Firli.
Adapun rekening tersebut disiapkan sejak Juli 2020 dan diinisiasi oleh Maskur. Selanjutnya, setelah uang diterima, Stepanus menegaskan penyelidikan kasus korupsi di Tanjungbalai tak akan ditindaklanjuti.
Sementara terkait uang yang telah diberikan, Firli mengatakan, Maskur mendapatkan uang sebesar Rp525 juta melalui dua kali penerimaan yaitu Rp325 juta dan Rp200 juta.
"MH juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp200 juta sedangkan SRP dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp438 juta," ungkap Firli.