Mungkinkah Stepanus Jadi Makelar Kasus Korupsi di KPK Sendirian?
Gedung KPK (Irvan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk mengusut kasus suap yang menjerat penyidiknya, AKP Stepanus Robin Pattuju. Dia dinilai tak sendirian menjadi makelar kasus di komisi antirasuah tersebut.

Desakan ini muncul dari Indonesia Corruption Watch (ICW) setelah KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus suap penghentian penanganan korupsi di Kota Tanjungbalai. Selain Stepanus, mereka yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dan Maskur Husain, yang merupakan pengacara.

"ICW meyakini penyidik Robin tidak bertindak sendiri dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi ini," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya kepada VOI, Jumat, 23 April.

Dia punya alasan kenapa kecurigaan ini munculnya. Menurut Kurnia, dalam menghentikan penyelidikan suatu kasus korupsi perlu kesepakatan kolektif dari penyidik dan mendapat persetujuan dari Kedeputian Penindakan di KPK.

"Sehingga pertanyaan lanjutannya, bahkan lebih jauh, apakah atasannya di kedeputian penindakan mengetahui rencana jahat ini," ungkap pegiat antikorupsi tersebut.

KPK menyeret oknum penyidiknya yang jadi 'markus' (Foto: Humas KPK)

Kurnia menyampaikan, proses penegakan hukum yang dikenakan kepada Stepanus juga harus mengarah pada pengusutan atas penerimaan uang sejumlah Rp438 juta pada rentang waktu Oktober 2020 sampai April 2021.

"Maksud pengusutan tersebut adalah guna mencari informasi, apakah praktik lancung ini baru pertama terjadi atau sebelumnya sudah sering dilakukan oleh tersangka? Jika iya, siapa lagi pihak-pihak yang pernah melakukan transaksi tersebut?," tegasnya.

Terakhir, Kurnia juga meminta KPK untuk menelisik hubungan antara Robin dan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin pada Oktober 2020 lalu. Apalagi, pertemuan ini terasa janggal dilakukan di rumah dinas politikus Partai Golkar tersebut.

"Apakah itu pertemuan pertama atau sebelumnya mereka sudah pernah berkomunikasi?" tanyanya.

Dugaan ini bukan hanya muncul dari ICW, tapi juga muncul dari Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Dirinya mencurigai adanya jaring jual beli atau makelar perkara di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Berita hari ini menunjukkan ada kemungkinan besar adanya jejaring penyidik pedagang perkara," kata Asfinawati dalam diskusi virtual yang ditayangkan di YouTube.

Dia juga mencurigai tindakan ini juga bisa saja bukan hanya perbuatan segelintir orang saja melainkan sistemik. "Ini bukan perbuatan satu atau dua orang," tegasnya.

KPK Tegas Usut Keterlibatan Pihak Lain

Ketua KPK Firli Bahuri usai mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan dalam kasus ini telah memastikan pihaknya akan melakukan pengusutan. Sebab, bukan tak mungkin tindakan ini turut melibatkan pihak lain.

"Tidak menutup kemungkinan pelakunya bukan tunggal," katanya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 22 April.

Dia berjanji, pihaknya akan terus mendalami seluruh rangkaian peristiwa, mulai dari waktu, lokasi, hingga pihak yang diduga terlibat. "Ini jadi pekerjaan rumah (PR) yang harus dituntaskan," tegasnya.

Mengingat Lagi Kronologi Suap Wakil Ketua DPR RI

Ketua KPK Firli Bahuri membongkar kongkalikong suap terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial (MS). Ada pertemuan yang dihadiri penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dengan Wali Kota Tanjungbalai di rumah Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

“Pada Oktober 2020, SRP (Stepanus Robin Pattuju, penyidik KPK) melakukan pertemuan dengan MS (Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial) di rumah dinas AZ (Azis Syamsuddin) Wakil Ketua DPR RI,” kata Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis, 22 April malam.

Dalam pertemuan itu, Firli Bahuri menyebut Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memperkenalkan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS).

“Karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai yang sedang dilakukan KPK agar tidak naik ke tahap prnyidikan dan meminta agar SRP dapat membantu supaya nanti permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” jelasnya.

Menindaklanjuti pertemuan di rumah Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) mengenalkan pengacara Maskur Husain (MH) kepada Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS).

“SRP bersama MH (Maskur Husain, pengacara) sepakat untuk membuat komitmen dengan MS (Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial) terkait penyelidikan  dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 miliar,” ungkap Firli.

Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial menyetujui permintaan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan pengacara Maskur Husain (MH). MS mentransfer uang  lewat rekening Riefka Amalia, teman dari saudara penyidik KPK. Wali Kota Tanjungbalai juga memberikan uang secara tunai kepada penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP).

“Hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp1,3 miliar,” katanya.

“Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK,” imbuhnya.

Dari uang yang diberikan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial itu, pengacara Maskur Husain menerima uang total Rp525 juta lewat penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP). MH diduga juga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp200 juta.

“Sedangkan SRP (penyidik KPK) dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA (Riefka Amalia) sebesar Rp438 juta,” pungkas Firli.