JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin kini terpaksa merasakan dinginnya ruang tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap terhadap bekas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju yang jadi makelar kasus.
Suap tersebut diberikan Azis bersama dengan mantan Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado diduga demi mengamankan mereka terkait dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK). Lalu apa yang menjadi penyebab Azis mau memberikan suap hingga Rp4 miliar kepada Stepanus?
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin menilai suap ini diberikan karena Azis merasa jabatannya yang mentereng bisa digunakan untuk mempengaruhi orang di sana-sini, termasuk di KPK.
"Dengan jabatan yang tinggi, (Azis Syamuddin) punya pengaruh untuk melobi sana-sini," kata Ujang saat dihubungi VOI, Senin, 27 September.
Selain itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar nonaktif ini juga pernah menduduki posisi penting di Komisi III dan dekat dengan oknum polisi. Sehingga, ia merasa bisa untuk meminta bantuan dari mereka, termasuk Stepanus yang merupakan mantan penyidik dari Korps Bhayangkara.
Hanya saja, Azis bisa dikatakan apes atau tak beruntung. Penyebabnya, Azis malah menjadi suksesor Setya Novanto untuk menggunakan rompi oranye karena perbuatannya justru dibongkar oleh KPK.
"Nasib Azis justru berkata lain. Bukannya aman, dia malah ditangkap," tegasnya.
BACA JUGA:
Azis Syamsuddin resmi menjadi penghuni Rutan Cabang Polres Jakarta Selatan sejak Jumat, 24 September lalu. Hal ini terjadi karena KPK resmi menetapkannya sebagai tersangka dugaan suap penanganan kasus korupsi di Lampung Tengah.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Azis diduga memberi suap kepada mantan penyidik komisi antirasuah yang jadi makelar kasus, Stepanus Robin Pattuju dan pengacara bernama Maskur Husein untuk mengurusi kasusnya itu.
Dia mengungkap kasus ini bermula pada Agustus 2020 saat Azis menghubungi Stepanus untuk mengurus dugaan korupsi di Lampung Tengah terkait Dana Alokasi Khusus. Kasus ini disebut-sebut menjerat dirinya bersama mantan Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado.
Mendapati permintaan itu, Stepanus menghubungi Maskur Husein untuk mengawal dan mengurus kasus ini yang kemudian disetujui tapi syaratnya Azis dan Aliza harus menyiapkan uang Rp2 miliar.
Usai kesepakatan dilakukan, Maskur meminta uang muka kepada Azis sejumlah Rp 300 juta. Teknis pemberian uang dari Azis dilakukan melalui transfer rekening bank menggunakan rekening bank milik pengacara, Maskur Husein.
Permintaan tersebut kemudian disanggupi Azis yang mengirimkan uang Rp200 juta ke rekening Maskur Husein secara bertahap lewat rekening pribadinya.
Selanjutnya, pemberian uang pun dilakukan secara bertahap yaitu sebesar 100 ribu dolar Amerika Serikat, 17.600 dolar Singapura, dan 140.500 dolar Singapura. Mata uang asing ini kemudian ditukarkan oleh Stepanus dan Maskur Husein ke money changer untuk menjadi mata uang rupiah dengan menggunakan identitas pihak lain.
Adapun uang yang diberikan Azis pada Stepanus dan Maskur baru terealisasi Rp3,1 miliar dari total Rp4 miliar. Atas perbuatannya, Azis kemudian disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.