JAKARTA - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, mengaku sejak lama mengetahui ada delapan 'orang dalam' mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin di KPK.
Ia juga mengaku sudah pernah melaporkan ini kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Hanya saja laporannya tersebut sia-sia.
"Saya juga sdh (sudah) laporkan masalah tsb (tersebut) ke Dewas tp tdk (tapi tidak) jalan," kata Novel seperti dikutip dari akun Twitternya @nazaqistha pada Selasa, 5 Oktober.
Novel menganggap KPK seakan takut kedelapan orang tersebut terungkap ke publik. Hal ini, kata dia, terbukti dengan upaya komisi antirasuah menyingkirkan ia bersama koleganya yang mengurusi kasus suap pengusutan dugaan korupsi tersebut.
"Justru KPK spt (seperti) takut itu diungkap & melarang tim kami untuk sidik kasus tsb dgn (tersebut dengan) menunjuk tim lain utk (untuk) penyidikan," tegasnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Sekretaris Daerah (Sekda) Tanjungbalai Yusmada. Dari BAP itu terungkap Azis Syamsuddin punya delapan orang dalam di KPK yang dimanfaatkan untuk mengamankan kasus korupsi yang menjeratnya.
BAP itu dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin, 4 Oktober.
"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) No 19, paragraf 2, saudara menerangkan bahwa M Syahrial mengatakan dirinya bisa kenal dengan Robin karena dibantu dengan Azis Syamsuddin Wakil Ketua DPR karena dipertemukan di rumah Azis di Jakarta. M Syahrial juga mengatakan bahwa Azis punya 8 orang di KPK yang bisa digerakkan oleh Azis untuk kepentingan Azis OTT atau amankan perkara, salah satunya Robin. Itu Azis Syamsuddin ada amankan OTT dan pengamanan perkara, perkara apa?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Heradian Salipi dilansir Antara.
"Tidak ada disampaikan," kata Yusmada menjawab.
Yusmada menjadi saksi untuk mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain yang didakwa menerima total Rp11,5 miliar dari pengurusan lima perkara di KPK. Yusmada sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus lelang mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai tahun 2019.
Dalam kasus suap penanganan dugaan korupsi di Tanjungbalai, Stepanus dan Maskur Husain didakwa menerima Rp1,695 miliar dari Wali Kota Tanjungbalai non-aktif M Syahrial untuk mengamankan penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah Kota Tanjungbalai agar tidak naik ke tahap penyidikan.
Stepanus awalnya dikenalkan ke Syahrial oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin pada Oktober 2020. Saat pertemuan, Syahrial meminta ke Robin agar penyelidikan perkara jual beli jabatan tidak naik ke penindakan.
Robin kemudian membahasnya dengan Maskur Husain yang berprofesi sebagai advokat lalu sepakat meminta imbalan sejumlah Rp1,7 miliar.
Uang diberikan secara bertahap pada November 2020 - April 2021 melalui transfer ke rekening Riefka Amalia yaitu adik teman perempuan Robin (Rp1,275 miliar), transfer ke rekening Maskur pada 22 Desember 2020 (Rp200 juta), pemberian tunai sebesar Rp10 juta pada Maret 2021 dan pemberian tunai senilai Rp210 juta pada 25 Desember 2020.
Robin juga menyampaikan informasi bahwa tim KPK tidak akan datang ke kota Tanjungbalai karena tim sudah diamankan Robin pada November 2020. Uang senilai Rp1,695 miliar itu dibagi dua yaitu sebesar Rp490 juta untuk Robin dan Rp1,205 miliar untuk Maskur Husain.