Bagikan:

JAKARTA -  Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Andriadi Achmad, meyakini KPK profesional mendalami keterlibatan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin terkait kasus suap wali kota Tanjungbalai ke penyidik KPK dengan tujuan menghentikan penyelidikan kasus.

"Kalau sudah jadi tersangka pasti akan di proses PAW dan pemecatan dari parpol, tanpa melalui Mahkamah Dewan pun oleh Mahkamah internal fraksi atau parpol akan memberi sanksi," ujar Andriadi kepada VOI, Jumat, 23 April.

Andriadi menilai, semua pihak sebaiknya menunggu proses yang tengah berjalan di KPK. Selain tak membuat gaduh DPR, KPK bisa fokus mendalami kasus tersebut.

"Ikuti saja dahulu proses yang berjalan, karena pasti akan ada perkembangan selanjutnya," katanya. 

Dia meyakini KPK akan profesional menetapkan seseorang sebagai tersangka dengan alat bukti yang cukup.

"Dalam artian sejatinya tidak ada yang kebal hukum di negeri ini, termasuk para pejabat negara yang notabene dari parpol," jelasnya.

Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Centre) itu mencontohkan beberapa kader parpol yang ditangkap KPK seperti mantan Mensos Juliari Batubara dari PDIP hingga mantan Menteri KKP Edhy Prabowo. 

"Saat itu sebagai anggota DPR. Imam Nachrowi mantan Menpora dari PKB juga ditangkap KPK, jadi tidak ada yang kebal hukum," kata Andriadi Achmad.

Alur perkara

Ketua KPK Firli Bahuri membongkar kongkalikong suap terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial (MS). Ada pertemuan yang dihadiri penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dengan Wali Kota Tanjungbalai di rumah Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. 

“Pada Oktober 2020, SRP (Stepanus Robin Pattuju, penyidik KPK) melakukan pertemuan dengan MS (Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial) di rumah dinas AZ (Azis Syamsuddin) Wakil Ketua DPR RI,” kata Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis, 22 April malam. 

Dalam pertemuan itu, Firli Bahuri menyebut Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memperkenalkan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS).

“Karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai yang sedang dilakukan KPK agar tidak naik ke tahap prnyidikan dan meminta agar SRP dapat membantu supaya nanti permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” jelasnya.

Menindaklanjuti pertemuan di rumah Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) mengenalkan pengacara Maskur Husain (MH) kepada Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS).

“SRP bersama MH (Maskur Husain, pengacara) sepakat untuk membuat komitmen dengan MS (Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial) terkait penyelidikan  dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 miliar,” ungkap Firli.

Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial menyetujui permintaan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan pengacara Maskur Husain (MH). MS mentransfer uang  lewat rekening Riefka Amalia, teman dari saudara penyidik KPK. Wali Kota Tanjungbalai juga memberikan uang secara tunai kepada penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP).

“Hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp1,3 miliar,” katanya.

“Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK,” imbuhnya.

Dari uang yang diberikan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial itu, pengacara Maskur Husain menerima uang total Rp525 juta lewat penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP). MH diduga juga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp200 juta.

“Sedangkan SRP (penyidik KPK) dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA (Riefka Amalia) sebesar Rp438 juta,” pungkas Firli.