Penyidik Stepanus Jadi Makelar Kasus, KPK: Pukulan untuk Direktorat Penyidikan
Suasana sidang Stepanus Robin Pattuju (Foto: Humas KPK/Wardhany Tsa Tsia)

Bagikan:

JAKARTA - Penerimaan suap yang dilakukan oleh penyidik Stepanus Robin Pattuju diakui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai sebuah pukulan.

Dia diyakini tak hanya bermain di satu kasus tapi juga di kasus lainnya, bahkan disebut sebagai makelar kasus.

"Makelar kasus ini merupakan pukulan, khususnya bagi Direktorat Penyidikan," kata Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Juni.

Dirinya menegaskan akan mengungkap kasus korupsi apa saja yang dimainkan Stepanus dalam perannya sebagai makelar kasus. Tak hanya itu, penyidik dari unsur kepolisian ini akan diadili untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya.

"Proses penaganan perkara yang kita lakukan secara terbuka kemudian etik, saya yakin bisa berjalan baik," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan memberhentikan penyidiknya yang berasal dari kepolisian, Stepanus Robin Pattuju dengan tidak hormat.

Putusan ini dibacakan dalam sidang putusan dugaan pelanggaran yang digelar di Gedung ACLC KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan setelah dirumuskan pada Kamis, 27 Mei lalu.

"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai KPK," kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang putusan yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Senin, 31 Mei.

KPK menetapkan Stepanus dan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah seorang pengacara bernama Maskur Husain, dan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial.

Stepanus Robin Pattuju bersama Maskur Husain diduga telah menerima suap dari M. Syahrial sebesar Rp 1,3 miliar dari kesepakatan Rp 1,5 miliar. Suap itu diberikan agar penyidik ini membantu menghentikan penyelidikan dugaan jual beli jabatan di Tanjungbalai yang sedang diusut KPK.

Selain suap dari Syahrial, Maskur Husain juga diduga menerima uang sebesar Rp 200 juta dari pihak lain. Sedangkan Stepanus dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama Riefka Amalia, sebesar Rp438 juta.

Dalam kasus ini, nama Azis Syamsuddin muncul karena dia diduga mengenalkan Stepanus dengan M Syahrial sebelum pemufakatan jahat terjadi. Perkenalan ini dilakukan di rumah dinasnya dan politikus Partai Golkar itu disebut mengenal Stepanus dari ajudannya yang sama-sama berasal dari Korps Bhayangkara.