Terjerat Dugaan Suap Penanganan Kasus di Lampung Tengah, Azis Syamsuddin Segera Berompi Oranye?
Gedung KPK (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tengah mengusut dugaan pemberian suap terkait penanganan kasus korupsi di Lampung Tengah. Nama Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin pun dikabarkan menjadi tersangka dalam kasus ini setelah ia diduga memberi uang kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menyatakan pihaknya tengah menyidik dugaan pemberian terkait kasus korupsi yang tengah diusutnya di Lampung Tengah. Meski tak menyebut nama, namun Azis diduga menjadi tersangka dalam kasus ini.

"KPK saat ini sedang melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara tindak pidana yang ditangani oleh KPK di Kabupaten Lampung Tengah," kata Ali kepada wartawan, Kamis, 23 September.

Ia memang tak memerinci siapa yang jadi tersangka dalam kasus ini. Hanya saja, nama Azis mencuat karena namanya disebut dalam surat dakwaan Stepanus Robin yang jadi terdakwa dalam kasus penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial.

Dalam dakwaan tersebut disebutkan, Azis bersama Aliza Gunado disebut memberi uang sebesar Rp3,099 miliar dan 36 ribu dolar Amerika Serikat. Pemberian uang ini ditujukan untuk mengurusi kasus suap di Lampung Tengah yang tengah ditangani KPK.

Kembali ke Ali, dia mengatakan KPK akan mengumumkan tersangka berikut kronologi dan konstruksi dugaan korupsi saat upaya paksa berupa penangkapan dan/atau penahanan dilakukan.

Namun, ia memastikan penyidik telah bekerja mengumpulkan bukti. Bahkan, penyidik telah meminta keterangan sejumlah saksi yang diduga mengetahui tindak rasuah tersebut.

"Tim penyidik masih bekerja dan terus mengumpulkan alat bukti dan telah memeriksa beberapa orang saksi di Jakarta, Bandung, Tangerang dan Lampung," ujar Ali.

Ia juga memastikan, KPK akan selalu menyampaikan perkembangan perkara ini kepada publik. "Kami berharap masyarakat juga bisa terus memantau dan mengawasi penanganannya sebagai wujud transparansi dan partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi," tegas Ali.

Meminta Azis kooperatif saat dipanggil

Meski belum diketahui kapan politikus Partai Golkar ini akan dipanggil tapi Ketua KPK Firli Bahuri telah memintanya untuk kooperatif. Apalagi, pemanggilan ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan sehingga dugaan kasus suap penanganan perkara di Lampung Tengah menjadi terang.

"Kita berharap setiap setiap orang yang dipanggil akan memenuhi panggilan sebagai wujud penghormatan atas tegak dan tertibnya hukum dan keadilan," kata Firli kepada wartawan.

Ia juga mengatakan komisi antirasuah akan terus menuntaskan kasus tersebut dan minta masyarakat memberi waktu pada penyidik.

"Kami sungguh-sungguh memahami harapan rakyat kepada KPK untuk pemberantasan korupsi. Karenya KPK terus bekerja keras termasuk meminta keterangan para pihak," ungkap eks Deputi Penindakan KPK tersebut.

"Rakyat menaruh harapan Kita dan tentu jawabannya sangat tergantung kpd kita semua selaku anak bangsa yg hormat dan patuh hukum," imbuhnya.

Bukan kasus pertama Azis di KPK

Meski kini namanya santer disebut sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara di Lampung Tengah tapi Azis sebenarnya sudah beberapa kali disebut dalam sejumlah dugaan rasuah.

Penelusuran VOI, ada sejumlah kasus yang pernah menyeret nama politikus Partai Golkar tersebut.

Apa saja kasus tersebut?

Kasus korupsi pengadaan proyek simulator Surat Izin Mengemudi (SIM)

Pada 2013 lalu, Azis yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI disebut terlibat dalam korupsi pengadaan simulator SIM. Keterlibatannya ini disampaikan oleh Ketua Panitia Pengadaan Proyek Simulator SIM AKBP Teddy Rusmawan yang pernah diperintah Kepala Korlantas kala itu, Irjen Djoko Susilo.

Dalam persidangan, nama Azis disebut oleh Teddy. Menurutnya, ada empat kardus uang yang diantarkannya kepada anggota DPR, khususnya kelompok Banggar DPR.

Teddy juga menyebut nama Anggota Komisi III DPR selain Nazaruddin yang menurutnya diberikan dana tersebut, yakni Bambang Soesatyo dari Partai Golkar, Aziz Syamsuddin dari Partai Golkar, Desmond Mahesa dari Partai Gerindra, dan Herman Heri dari PDI Perjuangan.

Saat itu dia juga sempat diperiksa oleh penyidik KPK. Sementara ditanya terkait keterlibatannya, dia membantah telah menerima uang panas tersebut.

Pernah disebut ancam mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani

Pada 2017 lalu, Azis pernah disebut mengancam saksi kunci dalam kasus megakorupsi e-KTP yang juga mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani. Hal ini terungkap dari kesaksian tiga penyidik KPK, termasuk Novel Baswedan yang dihadirkan dalam persidangan terkait kasus tersebut.

Ada sejumlah anggota DPR RI yang disebut mengancam Miryam, mereka adalah Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Desmond J. Mahesa, Masinton Pasaribu, Syarifudin Suding dan ada satu lagi anggota komisi 3 yang tidak diingat namanya oleh penyidik.

Adapun dalam kasus suap ini, Miryam merupakan salah satu saksi kunci pemberian dan penerimaan uang terkait kasus eKTP. Dia merupakan pihak yang menyiapkan sejumlah uang untuk dibagi-bagikan.

Uang diberikan secara tunai dengan amplop yang pada masing-masing telah diberi kode, amplop mana untuk anggota, pimpinan dan kapoksi.

Sebelum membagikan uang, Miryam juga mengaku berkoordinasi dengan pimpinan Komisi 2 kala itu, Chaeruman Harahap. Koordinasi dilakukan untuk memastikan berapa nominal uang yang mesti diberikan untuk rekan-rekannya di DPR tersebut.

Menanggapi hal ini, Azis yang saat itu menjadi anggota Komisi III DPR RI dan Ketua Banggar DPR RI mengaku heran atas kesaksian yang menyebut dirinya mengancam agar Miryam mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dalam perkara itu.

Dia menegaskan tidak pernah berbicara soal kesaksian dalam kasus e-KTP dengan Miryam.

"Saya juga bercerita sama Pak Masinton emang kita pernah ngobrol. Saya bilang saya ndak pernah ketemu sama Ibu Miryam dan tidak pernah bicara tapi beliau mengatakan itu dalam persidangan," ujarnya kala itu.

Politisi Partai Golkar ini kaget dengan pengakuan Miryam yang dikutip penyidik senior KPK Novel Baswedan. Apalagi, kata Aziz, dirinya tidak pernah satu komisi dengan Srikandi Partai Hanura itu.

"Kita tidak pernah satu komisi sama Ibu Miryam kita juga kaget Ibu Miryam menyatakan hal seperti itu," tegasnya sambil menyebut, jika Miryam tak bisa membuktikan ucapannya maka dia bisa terancam pasal pencemaran nama baik.

Pernah disebut terima 100 ribu dolar Amerika terkait kasus korupsi e-KTP

Selanjutnya, pada 2018, nama Azis kembali terseret dalam kasus megakorupsi e-KTP. Dalam persidangan, keponakan Setya Novanto yang saat itu jadi terdakwa, Irvanto Hendra Pambudi mengaku pernah menyerahkan uang 100.000 dollar Amerika Serikat kepada anggota DPR RI Aziz Syamsuddin.

Uang tersebut diduga ada kaitannya dengan proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). "Saya serahkan 100.000 ke Pak Aziz Syamsuddin," ujarnya.

Menurut Irvan, penyerahan uang itu atas perintah pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Adapun, penyerahan uang dilakukan di kediaman Aziz Syamsuddin.

Sementara saat diperiksa sebagai saksi, Azis membantah dirinya pernah menerima uang tersebut. "Saya sampai sekarang di komisi III, tidak tahu soal proyek e-KTP dan tidak pernah menerima sesuatu dari e-KTP," ucap Aziz.

Lebih lanjut soal pertanyaannya dengan terdakwa Irvanto, Aziz mengaku kenal dengan Irvanto sebagai pengurus Golkar dan keponakan dari Setya Novanto.

"Irvanto kan pengurus Golkar, kalau tidak salah Wabendum (Wakil Bendahara umum). Dia saudara dengan Setya Novanto. Sejak tahun 2004 saya masuk DPD, kalau ketemu Pak Setya Novanto, ada dia (Irvanto)," ‎ungkap Aziz.

Hakim pun menanyakan apakah Aziz mengetahui soal Irvanto yang membayar Rp 5 miliar untuk Rapimnas di Bogor, Jawa Barat. Mendengar pertanyaan tersebut, ‎Aziz menjawab tidak tahu.

Selain itu, nama Azis kembali mencuat dalam kasus penghentian pengusutan perkara yang ditangani KPK. Dalam kasus ini, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Mereka adalah mantan penyidik KPK dari unsur Korps Bhayangkara AKP Stepanus Robin Pattuju, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, dan pengacara Maskur Husain.

Keterlibatan Azis dalam suap ini, diawali saat dirinya mengenalkan Stepanus kepada M Syahrial yang tengah berperkara hukum terkait dengan kasus jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai.

Adapun pertemuan antara Azis, Stepanus, dan M Syahrial ini terjadi pada Oktober 2020. Awal kongkalikong ini terjadi di rumah dinas yang ditempati Azis.

Pertemuan dan perkenalan ini diduga karena M Syahrial punya masalah hukum dan masih di tingkat penyelidikan. Selanjutnya, untuk memuluskan keinginannya agar kasus tersebut tak naik ke penyidikan, M Syahrial menyogok Stepanus sebesar Rp1,3 miliar.

Terkait