Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam waktu dekat. Pemanggilan tersebut berkaitan dengan penyidikan baru kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di Lampung Tengah.

"Kita berharap setiap setiap orang yang dipanggil akan memenuhi panggilan sebagai wujud penghormatan atas tegak dan tertibnya hukum dan keadilan," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan, Kamis, 23 September.

Firli menjelaskan pemanggilan ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan sehingga dugaan tersebut menjadi terang. "Kita tidak boleh menunda keadilan karena menunda keadilan adalah juga ketidakadilan," tegas dia.

KPK menurut Firli terus menuntaskan kasus ini dan meminta masyarakat memberikan waktu kepada para penyidik.

"Kami sungguh-sungguh memahami harapan rakyat kepada KPK untuk pemberantasan korupsi. Karenya KPK terus bekerja keras termasuk meminta keterangan para pihak," ungkap eks Deputi Penindakan KPK tersebut.

"Rakyat menaruh harapan Kita dan tentu jawabannya sangat tergantung kpd kita semua selaku anak bangsa yg hormat dan patuh hukum," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan pihaknya tengah menyidik dugaan pemberian suap penanganan kasus korupsi di Kabupaten Lampung Tengah.

Adapun dalam kasus ini, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin bersama Aliza Gunado sempat disebut dalam dakwaan Stepanus Robin Pattuju yang merupakan mantan penyidik KPK.

Dalam dakwaan itu, Azis dan Aliza disebut memberi uang sebesar Rp3,099 miliar dan 36 ribu dolar Amerika Serikat. Pemberian tersebut ditujukan untuk mengurusi kasus suap di Lampung Tengah yang tengah ditangani KPK.

Selain kasus tersebut, nama politikus Partai Golkar ini juga tersangkut karena berperan mengenalkan Stepanus dengan mantan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari dan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial. Dari perkenalan itulah, keduanya meminta bantuan bekas penyidik dari kepolisian tersebut untuk mengurusi kasus yang menjerat mereka dan tengah diusut KPK.