Upaya Pencarian Harun Masiku yang Dilakukan KPK Dianggap Hanya <i>Lip Service</i>
Gedung KPK (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan menggencarkan pencarian terhadap buronan mereka yaitu mantan calon legislatif PDI Perjuangan (PDIP), Harun Masiku. Hanya saja, upaya tersebut dianggap hanya sebagai lip service belaka.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan setelah pandemi COVID-19 mereda, pihaknya akan meningkatkan pencarian terhadap Harun Masiku yang sudah buron sejak 2020 lalu. Peningkatan ini menjadi komitmen komisi antirasuah.

"Bahwa kemudian saat ini COVID-19 sudah mereda itu juga akan menjadi komitmen kami untuk kembali meningkatkan upaya pencarian Harun Masiku," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Ia memastikan komitmen KPK untuk menangkap Harun masih sama dan belum mengendur. Hal tersebut, kata Ghufron, telah dibuktikan dengan bergeraknya komisi antirasuah meminta bantuan NCB Interpol untuk memudahkahkan pencarian di luar negeri.

"Sekali lagi, kami dari awal berkomitmen. Karena setiap orang yang sudah di dalam daftar pencarian orang pasti akan kami lakukan pencarian," tegasnya.

KPK boleh saja mengatakan pihaknya terus berkomitmen mencari Harun, hanya saja Indonesia Corruption Watch (ICW) justru menilai lain. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan semua pernyataan komisi antirasuah perihal pencarian tersebut tak lebih dari sekadar lip service.

Lip service ini, sambung dia, punya tujuan untuk menutupi kebobrokan yang terjadi dalam proses pencarian ini."Apa yang disampaikan oleh Pimpinan KPK atau Plt Juru Bicara KPK lebih terdengar seperti lip service semata untuk menutup-nutupi kebobrokan penegakan hukum di lembaga antirasuah tersebut," kata Kurnia saat dihubungi VOI, Kamis, 18 November.

Kurnia mengatakan masyarakat juga saat ini sudah tak lagi percaya dengan komitmen yang digembor-gemborkan oleh KPK untuk mencari buronannya itu. Apalagi, pencarian Harun ini sebenarnya bukan karena terbatasnya kemampuan melainkan karena tak ada kemauan.

"Permasalahan Harun Masiku ini bukan soal kemampuan KPK, tapi kemauan. Bagi ICW, Pimpinan KPK tidak memiliki kemauan untuk memproses hukum Harun Masiku," tegas pegiat antikorupsi ini.

Dia menduga tak inginnya Pimpinan KPK menangkap Harun karena kasus suap pergantian antar waktu (PAW) di DPR itu diduga melibatkan salah satu petinggi partai. "Sehingga hal itu mengendurkan keberanian Firli Bahuri dan Pimpinan KPK lainnya," ujar Kurnia.

Mengingat lagi perjalanan kasus Harun Masiku

KPK menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka pemberi suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sejak Januari 2020. Penyuapan ini dilakukan agar dia mendapatkan kemudahan duduk sebagai anggota DPR RI melalui pergantian antar waktu atau PAW.

Pelarian Harun bermula saat KPK melakukan operasi tangkap tangan soal perkara ini pada 8 Januari 2020. Dalam operasi senyap itu, KPK menetapkan empat tersangka yaitu Harun Masiku, Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri.

Hanya saja, Harun yang tak terjaring OTT tak diketahui keberadaannya. Dia dikabarkan lari ke Singapura dan disebut telah kembali ke Indonesia.

Kasus ini bermula dari meninggalnya caleg PDIP yang bernama Nazarudin Kiemas. Pada bulan Juli 2019, partai berlambang banteng itu mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).

Pengajuan itu lantas dikabulkan dan sebagai penentu pengganti antar waktu (PAW), partai berlambang banteng itu kemudian mengirimkan surat pada KPU untuk menetapkan Harun sebagai pengganti Nazarudin.

Hanya saja, KPU justru menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti saudara ipar Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang telah meninggal dunia itu. Jelas alasannya, perolehan suara Riezky berada di bawah Nazarudin atau di posisi kedua untuk Dapil Sumatera Selatan I.

Lobi-lobi kemudian dilakukan agar Harun bisa menjadi anggota legislatif. Melihat celah itu, Wahyu Setiawan sebagai komisioner KPU menyebut siap membantu asalkan ada dana operasional sebesar Rp900 juta dan transaksi pun dilakukan dalam dua tahap di pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.