Raker Mewah KPK di Hotel Bintang 5 Jogja Dikritik dan Dianggap Tak Punya <i>Sense of Crisis</i>
Gedung KPK (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Rapat kerja yang dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengharmonisasikan dan menyempurnakan struktur organisasi setelah UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 berlaku terus disoroti sejumlah pihak. Pimpinan KPK dianggap tak punya sense of crisis atau kepekaan karena menyelenggarakan kegiatan ini di Sheraton Mustika Hotel Yogyakarta yang merupakan hotel bintang lima.

Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mempertanyakan alasan Firli Bahuri dkk menggelar rapat di Jogja dan di hotel berbintang. Menurutnya, pejabat di KPK saat ini bagai tak peka terhadap kondisi masyarakat yang kesulitan di tengah pandemi COVID-19.

Dirinya juga mempertanyakan kenapa rapat internal itu tak dilaksanakan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Lagipula, jika butuh tempat yang besar dan bisa memuat banyak orang gedung tersebut memiliki aula.

"Di Gedung KPK emang enggak ada ruangan untuk raker? Kalau mau gede di aula juga ada. Jadi enggak ada sense of crisis itu. Kalau pendekatannya pariwisata bisa-bisa saja karena ekonomi. Tapi ini kan KPK. KPK itu pendekatannya risiko, semua bahan dibahas di situ penindakan, kampanye, dan sebagainya," kata Saut kepada wartawan.

Ia kemudian mengingat lagi momen menjabat sebagai salah satu pimpinan KPK pada periode lalu. Menurut Saut, dulu KPK tidak pernah menggelar rapat kerja di hotel berbintang lima karena mereka tidak suka bermewah-mewah.

"Di periode kita kemarin Pak Agus (Agus Rahardjo, Ketua KPK 2015-2019) itu paling enggak suka di hotel-hotel gitu," tegasnya.

Selain itu, Saut menilai anggaran yang digunakan untuk rapat kerja itu sebaiknya dialokasikan untuk kebutuhan lain. Salah satunya mencari buronan mereka termasuk eks caleg PDI Perjuangan Harun Masiku yang hingga saat ini belum diketahui rimbanya.

Kalaupun para pejabat komisi antirasuah itu ingin rapat di luar kantor, Saut menilai, hotel biasa saja sudah cukup dan tak perlu hingga menyewa hotel berbintang dengan fasilitas mentereng.

"Uang itu (sebaiknya, red) dipakai untuk segera cari Harun Masiku. Itu kan bisa lebih berguna daripada nyewa ruangan kayak gitu, hanya bicara konsep tahun ini kita mau menyelidiki apa, tahun depan mau bikin penyidikan berapa," ungkap Saut.

"Kita bertanya juga yang mau dibahas itu apa di sana. Kalau mau bahas detail itu di lantai 15 di ruang rapat pimpinan. Tinggal panggil deputi saja, kasus mangkrak kita beresin, kita rekrut lagi, dan sebagainya," imbuhnya.

Kritikan terhadap kegiatan ini juga disampaikan oleh eks pegawai KPK yang terdepak akibat gagal menjadi aparatur sipil negara (ASN) lewat Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Rasamala Aritonang.

Menurutnya, kegiatan tersebut tak hanya tidak masuk akal tapi menyerang moralitas karena KPK justru menggelar rapat di hotel berbintang di tengah turunnya kinerja mereka. Tak hanya itu, dia juga menilai kegiatan semacam ini tak sesuai dengan kondisi masyarakat kini yang terdampak pandemi COVID-19.

"Di tngah sulitnya stuasi eknomi kehidupan rakyat & menurunnya IPK, katanya @KPK_RI mlh rpat krj di Htl bintng 5 Yogya. Dislingi Fun Game & Team Work Lmb Kreasi Tumpeng, hbrn msik, stnd up cmedy, hingga spd sntai. Bkn sj tdk msk akal, mlainkan jg mnyrang moralitas dan nurani kita!" demikian ditulis Rasamala melalui akun Twitternya @RasamalaArt yang dikutip pada Kamis, 28 Oktober.

"Lantas bagaimana msyrkat bisa percaya dng cerita wawasan kebangsaan, pancasila, UUD 45, integritas, efisiensi yg diomongi pimpinan @KPK_RI @Nurul_Ghufron?" imbuhnya.

Dengan kondisi ini, ia kemudian meminta Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi kegiatan rapat tersebut. Bahkan jika perlu teguran juga bisa dilakukan kepada Ketua KPK, Firli Bahuri dkk yang dianggap telah menghamburkan uang negara.

"Sebaiknya Presiden melalui @KemenkeuRI melakukan evaluasi, menegur dan mengambil tindakan terhadap @KPK_RI," ujarnya.

Sebagai informasi, kegiatan Rapat Kerja Organisasi dan Tata Kelola (Ortaka) ini dilaksanakan sejak Kamis, 27 Oktober. Pada hari tersebut, ada sejumlah acara termasuk mendengarkan pemaparan materi bertajuk Strategic Learning: Transformasi Organisasi menuju Purpose-Driven Organization yang disampaikan Ignasius Jonan.

Berikutnya, pada malam hari dilanjutkan dengan acara indoor team building yaitu fun game dan team work yang diikuti 55 orang peserta yang dibagi jadi lima grup.

Sementara pada Kamis, 28 Oktober acara dilanjutkan dengan paparan rapat tinjauan kinerja KPK. Sedangkan Jumat, 29 Oktober para peserta akan menuju Mapolsek Ngemplak Jogja untuk melaksanakan sepeda santai menuju Warung Kopi Klothok yang ada di kawasan Kaliurang.

Setelah sepeda santai dilakukan, para peserta akan kembali ke hotel untuk mendengarkan arahan dan poin keputusan raker.

Terkait kritikan ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya mengadakan rapat di luar Jakarta untuk mendistribusikan APBN ke daerah. "Kalau kemudian hanya kami belanjakan di Jakarta, maka daerah tidak akan mampu menyerap atau menggunakannya sehingga kami laksanakan di Yogyakarta," ungkapnya.

Dia juga menyebut rapat di luar kota seperti ini bukan pertama kali dilakukan. Pada 2020, rapat pernah digelar di Bandung, Jawa Barat.

"Tahun yang akan datang mungkin di tempat lain yang berbeda. Itu semua adalah untuk mendistribusikan agar dana atau keuangan negara bisa terserap di daerah-daerah," kata dia dikutip dari Antara.

Bahkan, dia juga menyebut rapat kerja itu juga diikuti para pegawai termasuk mereka yang kini sudah tak lagi bekerja di KPK. "Misalnya Pak Giri (Giri Suprapdiono) dulu Direktur Dikmas (Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat) mereka juga ikut, Pak Koko (Sujanarko) juga ikut, Mas Febri sebagai Karo Humas KPK juga ikut. Jadi (diikuti) semua struktur. Bukan hanya hari ini sebelum-sebelumnya ketika mereka masih menjadi bagian dari KPK pun menjadi bagian yang ikut serta," jelasnya.

"Jadi kalau kemudian sekarang dikritik, Anda yang bisa menyimpulkan sendiri," pungkasnya.