Refly Harun Konyol! Adu Domba Kapolda Metro Vs Dirkrimum di Kasus 6 Laskar FPI dengan Data Sesat
Dosen dan Pakar Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando (Foto: Tangkap Layara CokroTV)

Bagikan:

JAKARTA - Unggahan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun 'LIVE! KASUS KM 50: DIRKRIMUM VS KAPOLDA METRO, Kok BEDA?' di kanal Youtube miliknya mendapat komentar pedas dari Ade Armando. Ade menyebut penjelasan Refly konyol, menyesatkan dan menghina intelektualitasnya.

Sebagai seorang pakar, harusnya Refly mengetahui detail runutan kasus penembakan itu hingga akhirnya menewaskan 6 orang laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM-50 Cikampek. Tidak ada perbedaan keterangan yang disampaikan Dirkrimum Kombes Tubagus Ade Hidayat dengan Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran.

"Kebencian itu membuatnya kehilangan akal sehat atau kebencian itu membuat dia tega menghina intelektualitasnya dengan membangun narasi menyesatkan yang dengan segera diketahui cacatnya. Memang ada persoalan serius dengan Refly. Kebencian membuat dia gelap mata, dia berusaha mengadu domba dengan cara yang sesat dan bodoh," ucap pakar komunikasi dari Universitas Indonesia ini dilansir dari kanal Youtbe Cokro TV, Kamis, 11 November.

Dari awal hingga akhir video, Refly tidak memberikan argumen yang mendukung judul tersebut. Misalnya Refly menyebut penjelasan awal Kapolda Fadil Imran pada 7 Desember 2020 sehari setelah insiden penembakan berlangsung.

Kapolda Fadil, kata Refli, menyebut ada 10 laskar FPI yang terlibat tembak menembak dengan anggota polisi dan menyebabkan 6 orang meninggal dunia dan 4 lainnya melarikan diri. Refly heran kenapa pernyataan Kapolda berbeda dengan Dirkrimum Tubagus yang menyebut hanya 6 orang yang terlibat.

Menurut Ade, kalau Refly mengikuti peristiwa ini dari awal hingga akhir hingga maju ke meja hijau, tentu pertanyaan konyol seperti ini tidak terlontar. Apalagi, Komnas HAM sudah turun tangan menyelidiki secara independen kronologi penembakan laskar.

Disebutkan, benar bahwa ada mobil polisi yang tertinggal dari rombongan Rizieq Shihab karena diganggu oleh dua mobil yang berisi 10 orang laskar FPI. Atas gangguan ini pula, mobil polisi kemudian berbelok keluar dari jalan tol Karawang.

Nah, mobil pertama yang berisi 4 orang anggota laskar meninggalkan mobil kedua laskar FPI. Di mobil kedua ini berisi 6 orang laskar FPI yang ditugaskan untuk menyerang langsung mobil polisi dengan senjata api dan pedang, melarikan diri dan terjadilah tembak menembak dengan polisi.

Sebanyak 2 anggota laskar tewas tertembak saat baku tembak dengan polisi terjadi. Sedangkan 4 sisanya ditembak sampai tewas ketika berhasil dilumpuhkan oleh polisi. Saat kejadian, 4 anggota laskar FPI yang tersisa menyerang polisi secara membabi buta dan berusaha merebut senjata api milik polisi.

"Karena itulah terpaksa polisi menembak dari jarak dekat jadi Refli mengarang bebas ketika menyatakan ada perbedaan penjelasan Tubagus dan Kapolda," terang Ade.

Ade menambahkan, penjelasan Kapolda soal 10 laskar FPI yang terlibat penembakan diberikan sehari setelah kejadian berlangsung. Artinya, proses pengumpulan data di lapangan masih dilakukan. Jadi wajar saja kalau tidak secara rinci menjabarkan kronologi.

Dalam benak Refly, menurut Ade, terjadi kejar-kejaran terus antara FPI dan polisi. Sehingga kejadian pembacokan anggota oleh FPI tidak masuk akal sebab mobil dalam posisi melaju.

Karena sejak awal sudah keliru, Refly lantas mengajukan pertanyaan yang sama konyolnya seperti, kapan mobil bisa berhenti sementara insiden penembakan itu berlangsung di jalan tol? 

Menurut Ade, mobil memang tidak berhenti di jalan tol. "Memang bukan di jalan tol tapi keluar jalan tol Karawang. Bayangkan Refly bahkan tidak tahu data seperti itu, bahwa mobil FPI dan polisi sempat keluar dari jalan tol bertempur dan baru belakangan masuk kembali ke jalan tol," terang Ade.