JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terbelit kasus dugaan penistaan agama. Kasusnya hari ini telah dilimpahkan ke Bareskrim Polri setelah sebelumnya ditangani Polda Riau.
Pengamat hukum tata negara Refly Harun menilai pernyataan Menag kerap menjadi polemik lantaran Yaqut dianggap tidak menyuarakan mayoritas kelompok muslim.
"Dipandang tidak mewakilkan sebagian besar kelompok Islam di Indonesia," katanya melalui akun Youtubenya Refly Harun, Selasa 22 Maret.
"Yang pasti tidak akan sejalan cara bertindak Yaqut adalah PA212, GNPF Ulama, Front Persaudaraan Islam atau FPI, dan kelompok-kelompok lainnya," sambungnya.
Refli memandang kasus yang saat ini dihadapi Yaqut juga tak bisa dilepaskan dari cara Presiden Jokowi menunjuk sosok menjadi menteri. Hal berbeda akan dirasakan apabila Jokowi merekrut sosok yang dapat mewakilkan semua pihak.
"Jadi dari awal Presiden Jokowi mengambil menteri agama yang sebenarnya lebih besar muatan atau nuansa politisnya. Agak kontroversial. Sehingga karena kontroversial, apapun yang dilakukan menteri ini akan senantiasa menjadi catatan, akan menjadi tentangan, kelompok-kelompok yang selama ini berseberangan," ujar Refli.
BACA JUGA:
Refly mengatakan beban Presiden Jokowi juga akan lebih ringan apabila mengangkat menteri yang sejuk tak memberikan pernyataan kontroversial. Namun, apabila Presiden Jokowi ingin terus menekan kelompok-kelompok Islam tertentu maka hasilnya beda soal.
"Itu kelihatan sekali dalam kasus KM50 [penembakan Laskar FPI]. Sebagian kelompok Islam mendukung, sebagian lagi menentang," imbuhnya.
Seperti diketahui, dalam perkara ini Menag Yaqut dilaporkan oleh seorang pria bernama Fauzi Kadir di Polda Riau. Menag Yaqut dianggap menyinggung perasaan banyak masyarakat atas ucapannya membandingkan suara azan dengan suara gonggongan anjing.