Kutuk Serangan Drone di Kediamannya, PM Irak Gelar Pertemuan dengan Komandan Keamanan Tertinggi
Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi. (Wikimedia Commons/The Media Office of the Prime Minister of Iraq)

Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi lolos tanpa cedera dari upaya pembunuhan dengan pesawat tak berawak bersenjata (drone) di Baghdad, kata para pejabat pada Hari Minggu, dalam sebuah insiden yang meningkatkan ketegangan di Irak beberapa minggu setelah pemilihan umum yang disengketakan oleh kelompok-kelompok milisi yang didukung Iran.

PM Kadhimi muncul dalam rekaman video yang diterbitkan oleh kantornya pada Hari Minggu memimpin pertemuan dengan komandan keamanan tinggi untuk membahas serangan pesawat tak berawak.

"Serangan teroris pengecut yang menargetkan rumah perdana menteri tadi malam dengan tujuan membunuhnya, adalah penargetan serius negara Irak oleh kelompok-kelompok bersenjata kriminal," kata kantornya dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan, mengutip Reuters 8 November.

Sumber keamanan menagatakan, enam penjaga PM Irak Kadhimi di luar kediamannya terluka dalam serangan tersebut.

Tiga drone digunakan dalam serangan itu, termasuk dua yang ditembak jatuh oleh pasukan keamanan, sementara drone ketiga menghantam kediaman tersebut, kantor berita negara INA mengutip juru bicara kementerian dalam negeri.

Seorang juru bicara Panglima Angkatan Bersenjata mengatakan, setelah serangan itu situasi keamanan stabil di Zona Hijau, yang menampung tempat tinggal, gedung-gedung pemerintah dan kedutaan asing. Tidak ada kelompok yang segera mengaku bertanggung jawab.

Serangan itu terjadi dua hari setelah bentrokan di Baghdad, antara pasukan pemerintah dan pendukung partai politik yang didukung Iran yang kehilangan puluhan kursi parlemen setelah pemilihan umum 10 Oktober. Sebagian besar partai memiliki sayap bersenjata.

PM Kadhimi memerintahkan penyelidikan atas kematian dan cedera para demonstran dan pasukan keamanan dalam bentrokan itu.

Presiden Barham Salih mengutuk serangan itu sebagai kejahatan keji terhadap Irak.

"Kami tidak dapat menerima bahwa Irak akan terseret ke dalam kekacauan dan kudeta terhadap sistem konstitusionalnya," katanya dalam sebuah tweet.

Sementara, ulama Muslim Syiah Moqtada al-Sadr, yang partainya merupakan pemenang terbesar dalam pemilihan bulan lalu, menyebut serangan itu sebagai tindakan teroris terhadap stabilitas Irak yang bertujuan untuk "mengembalikan Irak ke keadaan kacau untuk dikendalikan oleh pasukan non-negara".

Guna penyelidikan, pasukan keamanan mengambil sisa-sisa pesawat tak berawak kecil yang sarat bahan peledak, kata seorang pejabat keamanan yang mengetahui serangan itu kepada Reuters.

"Masih terlalu dini untuk mengatakan siapa yang melakukan serangan itu," kata pejabat itu dengan syarat anonim karena dia tidak berwenang untuk mengomentari rincian keamanan.

Terpisah, Amerika Serikat, PBB, Arab Saudi dan Iran mengutuk serangan itu. Washington juga menawarkan bantuan untuk penyelidikan.

"Para pelaku serangan teroris di negara Irak ini harus bertanggung jawab. Saya mengutuk keras mereka yang menggunakan kekerasan untuk merusak proses demokrasi Irak," ujar Presiden AS Joe Biden dalam sebuah pernyataan, memuji seruan Kadhimi untuk "tenang, menahan diri dan dialog."

Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Guterres meminta warga Irak "untuk menahan diri sepenuhnya dan menolak semua kekerasan dan segala upaya untuk mengacaukan Irak," sebut juru bicaranya, seraya menambahkan bahwa Gutteres mendesak semua pihak untuk menyelesaikan perbedaan melalui dialog.

Untuk diketahui, pemimpin berbagai partai politik, yang sebagian besar memiliki sayap bersenjata dan bersekutu dengan Iran, mengecam serangan pesawat tak berawak itu dan meminta pemerintah untuk menyelidiki dan meminta pertanggungjawaban para pelaku.

Seorang pejabat keamanan dari kelompok Kataib Hezbollah yang didukung Iran di Irak menolak anggapan pada hari Minggu bahwa kelompok-kelompok Irak berada di balik serangan terhadap Kadhimi.