Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 yang berisi tentang pedoman pemidanaan tindak pidana korupsi. Perma yang ditandatangani Ketua MA Syarifuddin tersebut dibuat untuk menghindari disparitas (perbedaan) hukuman yang mencolok antara satu koruptor dengan koruptor lainnya.

"Bahwa untuk menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa diperlukan pedoman pemidanaan," demikian tertulis dalam hal menimbang di Perma Nomor 1 Tahun 2020 yang diundangkan pada 24 Juli lalu dan berlaku untuk terdakwa korupsi yang dijerat dengan Pasal 2 maupun Pasal 3.

Menanggapi hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pihaknya menyambut baik diterbitkannya Perma Nomor 1 Tahun 2020 itu meski aturannya tak bisa digunakan dalam semua pasal tindak pidana korupsi.

"KPK tentu menyambut baik Perma dimaksud sekalipun tidak untuk semua pasal tipikor seperti pasal suap menyuap, pemerasan, dan lain-lain serta tindak pidana korupsi lainnya," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin, 3 Agustus.

"Harapannya tentu dengan adanya pedoman pemidanaan tersebut, tidak akan terjadi lagi adanya disparitas dalam putusan tipikor," imbuhnya.

Untuk menghindari disparitas di dalam tindak pidana korupsi lainnya, Ali mengatakan, KPK kini tengah melakukan finalisasi penyusunan pedoman tuntutan untuk seluruh pasal terkait tipikor yang berhubungan dengan kerugian keuangan negara, penyuapan, dan tidak pidana korupsi lainnya.

Diketahui, dalam Perma Nomor 1 Tahun 2020, pada Pasal 6 disebutkan terdapat empat kategori kerugian negara. Kategori paling berat yaitu kerugian negara lebih dari Rp 100 miliar.

Selanjutnya kategori berat lebih dari Rp25 miliar sampai Rp100 miliar; Kategori sedang yaitu kerugian negara Rp1 miliar hingga Rp 25 miliar; kategori ringan yaitu kerugian negara Rp200 juta sampai Rp1 miliar dan kategori paling ringan yaitu kurang dari Rp200 juta.

Selain kerugian negara, aturan ini juga mempertimbangkan kesalahan, dampak, dan keuntungan dalam melakukan pemidanaan terhadap terdakwa yang dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Adapun rentang penjatuhan pidana untuk kategori paling berat lebih dari Rp100 miliar dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan yang tinggi dapat dipidana selama 16-20 tahun penjara.

Sedangkan untuk kategori paling berat lebih dari Rp100 miliar dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan yang rendah dapat dipidana penjara 10-13 tahun.

Kemudian untuk kategori berat lebih dari Rp25 miliar sampai dengan Rp100 miliar dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan yang tinggi dapat dipidana penjara 13-16 tahun. Sementara untuk kategori yang sama dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan yang rendah dapat dipidana penjara 8-10 tahun.