Bagikan:

JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait pasal pencalonan eks narapidana koruptor dalam Pilkada. Mantan pesakitan dalam kasus korupsi ini, baru bisa mencalonkan diri kembali sebagai kepala daerah setelah lima tahun masa hukuman itu berakhir.

Adapun uji materi terhadap Pasal 7 ayat 2 huruf (g) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan, Wali Kota tersebut, didaftarkan oleh Indonesia Coruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

"Pokok permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman saat membacakan kesimpulan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Desember.

Dalam sidang itu, MK menjelaskan pertimbangan mereka memutus eks napi koruptor harus menunggu lima tahun setelah hukuman mereka selesai. Sebab, masa lima tahun itu sama dengan periode pemilihan umum dan para mantan napi bisa beradaptasi.

"Terhadap lamanya tenggat waktu, mahkamah tetap konsisten merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2009 yakni bagi mantan terpidana yang telah selesai menjalani masa pidana diharuskan menunggu waktu selama lima tahun untuk dapat mengajukan diri menjadi calon kepala daerah kecuali kepada yang bersangkutan yang melakukan tindak pidana kealpaan atau tindak pidana politik," sambung Hakim Suhartoyo saat membacakan putusan.

Meski konsisten merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2009, namun ada perubahan dalam putusan tersebut yaitu mengubah syarat alternatif jadi syarat kumulatif.

Di antaranya terkait syarat berlaku untuk jabatan yang dipilih, berlaku terbatas selama lima tahun, kejujuran dan keterbukaan untuk mengumumkan latar belakang sebagai eks napi, dan bukan pelaku kejahatan berulang.

Saat membacakan pertimbangannya, hakim juga mengatakan ada fakta empiris yang membuktikan mereka yang merupakan eks napi koruptor dan kembali jadi kepala daerah ternyata mengulangi kesalahannya. Maka adaptasi dan pembuktian kepada masyarakat diperlukan, caranya dengan memberikan jeda selama lima tahun bagi bekas koruptor yang akan maju lagi di Pilkada.

Diharap bawa perubahan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kerap menangkapi para kepala daerah mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan putusan soal jeda lima tahun bagi eks napi koruptor untuk maju di Pilkada itu dianggap memuaskan.

Tak hanya itu, putusan ini bisa membatasi ruang gerak koruptor untuk kembali menduduki jabatan penting. "(Putusan ini) sudah lebih membatasi ruang gerak terpidana kasus korupsi atau koruptor," ungkap Febri kepada wartawan di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 11 Desember.

"Jadi lebih mempersempit ruang gerak koruptor untuk bisa terpilih kembali menjadi kepala daerah, kami sambut baik putusan tersebut," imbuh dia.

KPK, kata Febri, sebenarnya ingin mantan terpidana kasus korupsi dibatasi semaksimal mungkin untuk kembali maju sebagai kepala daerah. Sebab, para kepala daerah yang korup itu sudah mengkhianati suara dan kewenangan yang diberikan pada mereka.

Sebagai tindak lanjut atas putusan Hakim MK, KPK kemudian meminta KPU segera membuat aturan yang lebih rinci. Termasuk menetapkan masa jeda lima tahun, terhitung sejak seluruh tahapan pidana yang dijatuhkan terhadap koruptor tersebut telah dilunasi.

"Jadi semua hukuman yang dituangkan di putusan sudah dilaksanakan, baik pidana penjara, lunas denda, lunas uang pengganti dan telah melaksanakan pencabutan hak politik," tutupnya.