JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang menolak gugatan pembukaan dokumen hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawainya. Penolakan ini juga dianggap makin menguatkan pihaknya memang tidak menyimpan maupun memegang dokumen tersebut.
"KPK mengapresiasi putusan majelis komisioner KIP yang telah secara objektif mempertimbangkan berbagai keterangan, data, dan informasi terkait penyelesaian sengketa informasi ini," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 2 November.
Menurutnya, putusan itu kembali menegaskan pihaknya telah menaati prosedur dan aturan yang berlaku dalam proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN). Selain itu, KPK juga hanya berkedudukan sebagai objek yang wajib menyediakan data pegawai yang akan mengikuti asesmen di mana pelaksanaannya menjadi kewenangan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Selanjutnya, KPK hanya menerima hasil Asesmen TWK yang kemudian digunakan sebagai tindak lanjut proses pengalihan pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara," ujar Ali.
Dokumen tersebut, sambung Ali, dinyatakan rahasia sehingga tidak dapat diberikan kepada KPK. "Maka kami memang tidak menyimpan maupun memegang dokumen yang diminta tersebut," tegasnya.
BACA JUGA:
Selain rahasia, dokumen yang berisi soal dan panduan seperti yang diminta pemohon tak diberikan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan.
"BKN telah menginformasikan bahwa dokumen soal dan panduan wawancara bersifat rahasia, sehingga dokumen tersebut juga tidak diberikan kepada KPK," ungkap Ali.
Diberitakan sebelumnya, KIP menolak gugatan sengketa informasi hasi Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN). Adapun pihak termohon dalam gugatan ini adalah KPK.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan informasi dalam sengketa a quo tidak dalam penguasaan termohon," demikian kata ketua majelis saat membacakan putusan.
Dalam persidangan gugatan sengketa itu duduk sebagai ketua majelis adalah Gede Narayana dengan anggota masing-masing M. Syahyan dan Romanus Ndau.
Majelis KIP menolak gugatan yang diajukan oleh Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) dengan alasan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai institusi yang berwenang untuk mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan norma standar prosedur serta kriteria manajemen ASN terkait dengan teknis pelaksanaan TWK.
Tak hanya itu, alih status pegawai KPK menjadi ASN adalah mandat dari UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2021, dan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan BKN.
"Sebagaimana kewenangan dimaksud dengan fakta yang diperoleh di dalam persidangan tertutup dan fakta yang diperoleh dalam persidangan bahwa termohon dalam pelaksanaan Asesmen TWK hanya menerima hasil asesmen TWK yang kemudian dipergunakan sebagai proses peralihan pegawai KPK jadi ASN sehingga informasi yang menjadi pokok permohonan dalam sengketa a quo tidak dalam penguasaan termohon," ungkap majelis.
Sehingga berdasarkan uraian tersebut majelis berpendapat sesuai dengan Pasal 6 Ayat 3 UU KIP badan publik dapat menolak memberikan informasi publik yang diminta dalam informasi a quo yang belum dikuasai.