Ingatkan KPK Jalankan Rekomendasi Ombudsman, Febri Diansyah: Jangan Berdalih Tunggu Putusan MK dan MA
Mantan Jubir KPK Febri Diansyah (Foto: Mahesa ARK/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah meminta rekomendasi Ombudsman RI dijalankan KPK setelah ditemukan maladministrasi saat pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Febri mengingatkan jangan sampai KPK melanggar Undang-Undang karena tak melaksanakan rekomendasi yang sudah disampaikan pada Rabu, 21 Juli lalu.

"Mengacu ke Pasal 38 UU Nomor 37 Tahun 2008 pelaksanaa rekomendasi tersebut bersifat wajib. Jadi jangan berdalih menunggu putusan MK atau MA," kata Febri kepada VOI, Selasa, 27 Juli.

"Jangan sampai KPK melanggar UU kalau tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman," imbuhnya.

Pegiat antikorupsi ini mengatakan, langkah KPK untuk menjalankan rekomendasi tak perlu menunggu putusan dari Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi karena kewenangan dan ruang lingkup tiap lembaga berbeda.

Febri mengingatkan jangan sampai Pimpinan KPK menambah deret kontroversi mereka dengan mengabaikan rekomendasi Ombudsman RI yang kerap mereka lakukan.

"Jangan sampai lembaga penegak hukum tidak taat hukum apalagi kalau melakukan perbuatan melawan hukum," tegasnya.

Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan pihaknya menghormati hasil pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman. Selanjutnya, KPK bakal mempelajari dokumen berisi saran dan masukan untuk lembaganya.

Hanya saja, KPK tidak langsung menindaklanjuti karena mereka menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) tentang hasil uji materi atas Perkom Nomor 1 Tahun 2021 yang menjadi dasar hukum KPK melaksanakan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai proses alih status pegawai menjadi ASN.

Selain itu, KPK juga masih menunggu putusan MK uji materi UU 19 Tahun 2020 yang diajukan oleh beberapa pihak yang tidak lolos TWK.

Ombudsman RI menemukan sejumlah maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tes sebagai syarat alih status pegawai KPK. Salah satu temuannya berupa manipulasi tanggal di nota kesepahaman yang ditandatangani oleh KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).