Komnas HAM Tegaskan Temuan Pelanggaran TWK Tak Bisa Disandingkan Putusan MA dan MK
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam/DOK Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menegaskan temuannya soal pelanggaran dalam proses Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK tidak bisa disandingkan dengan putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Dia juga mengatakan putusan dua lembaga tersebut tidak akan mempengaruhi rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM dan telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

"Pada prinsipnya (putusan MA dan MK, red) tidak mempengaruhi (rekomendasi, red) Komnas HAM," kata Anam kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 10 September.

Dia mengatakan putusan itu berbeda dengan temuan dan rekomendasi yang dihasilkan oleh lembaganya. 

"MK dan MA itu normatif sementara Komnas HAM ngomong secara faktual dan memang apa yang dilakukan Komnas HAM kan memang tidak jadi rujukan apa pun dalam dua putusan itu. Kalau jadi rujukan akan mungkin berbeda," ujar Anam.

Dirinya juga menganggap tak tepat jika ada pihak yang mengatakan putusan MA dan MK lebih tinggi sehingga rekomendasi Komnas HAM bisa diabaikan. Apalagi, berdasarkan temuan lembaganya pelaksanaan TWK sebagai syarat alih status pegawai itu banyak pelanggaran.

Ada pun salah satu pelanggaran undang-undang yang disinggungnya adalah alih status para pegawai. Berdasarkan perundangan, para pegawai sebenarnya tak perlu diseleksi namun yang terjadi adalah sebaliknya.

Selain itu, Anam juga mengungkit lagi tak ada satu pasal pun dalam peraturan komisi terkait TWK yang mengatakan pegawai KPK yang tak lolos akan dipecat.

"Tolong tunjukkan ke kami ada tidak pasal di Perkom itu yang bicara soal pemecatan. Tidak ada. Judulnya Perkom saja alih status, yang mecat dan tidak mecat itu adalah TWK," tegasnya.

"Penyelenggaraan TWK ini yang tidak sesuai dengan pelaksanaan undang-undang. undang-undang itu alih status, kok TWKnya pemecatan. Apalagi pemecatan ini dengan dimensi yang dilatarbelakangi dengan catatan yang sangat serius," imbuh Anam.

Dirinya berharap Presiden Jokowi bisa segera meluangkan waktu bagi Komnas HAM untuk membahas masalah pelanggaran dalam proses TWK. Apalagi, surat sudah sejak lama dikirimkan.

"Kami sudah siap sejak lama kok. Jadi kapan pun Presiden memberikan waktu kepada kami, kami akan sanggupi itu," ujar Anam.

"Jadi sekali lagi, temuan Komnas HAM itu tidak semata bermanfaat untuk melihat persoalan TWK KPK tetapi bermanfaat tata kelola negara lebih luas agar menjadi tata kelola negara yang lebih baik. Seserius itu," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK meminta Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tak mengurusi pelaksanaan alih status pegawainya melalui Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron setelah Mahkamah Agung menolak uji materi Perkom Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Ini menegaskan bahwa tidak boleh lagi ada lembaga-lembaga lain yang membersamai dan menandingi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dan MA," kata Ghufron kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Jumat, 10 September.

Ia mengapresiasi putusan MA dan MK yang telah menyatakan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 konstitusional dan sah. Hal ini, kata Ghufron, sekaligus menepis hasil temuan Komnas HAM dan Ombudsman RI yang menyebut telah terjadi pelanggaran maladministrasi dan hak pegawai KPK.

Selain itu, Ghufron mengatakan KPK juga mengapresiasi pegawainya yang telah menggunakan hak konstitusionalnya untuk pengujian tafsir UU KPK dan Perkom Nomor 1 Tahun 2021. Ia berharap putusan tersebut dapat mengakhiri perdebatan tentang TWK pegawai KPK yang ramai belakangan ini.

"Dengan putusan MK dan MA yang final dan binding (mengikat) ini, kami harapkan sebagai akhir dari perdebatan TWK KPK dan mengajak semua pihak secara dewasa menerima putusan ini," tegasnya.