Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo diminta memulihkan 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan karena tidak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Caranya yakni dengan menjalankan rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM untuk memulihkan pegawai KPK. Sebab, setelah tidak diangkat jadi PNS pemecatan mereka akan segera diumumkan.

"Kami mendesak Presiden Jokowi untuk menjalankan rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM serta memulihkan status pegawai KPK yang diperlakukan tidak adil dalam proses dan hasil akhir TWK," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 17 September.

Jokowi, sambung dia, perlu mengambil sikap karena keputusan pemecatan tersebut telah mengabaikan rekomendasi dari Komnas HAM maupun Ombudsman RI. Tak hanya itu, Firli Bahuri dkk juga dianggap tak menujukkan kepedulian terhadap hak asasi pegawainya terutama yang tak lolos dalam tes tersebut.

"Pengabaian temuan lembaga negara independen diabaikan seperti menunjukkan arogansi pimpinan KPK dan ketidakmauan pemerintah untuk memperbaiki pelanggaran yang jelas-jelas terjadi," tegas Usman.

Adapun Komnas HAM telah menemukan 11 pelanggaran HAM yang terjadi dalam proses TWK di antaranya pelanggaran hak atas pekerjaan, informasi, keadilan dan kepastian hukum, untuk tidak didiskriminasi, dan beragama dan berkeyakinan.

Senada, Ombudsman RI juga menyatakan bahwa penyelenggaraan TWK telah menyimpang secara prosedural, menyalahgunakan wewenang antar pejabat instansi negara, serta mengabaikan pernyataan Presiden Jokowi untuk tidak menjadikan TWK sebagai alasan pemberhentian pegawai KPK.

Menurut Usman, putusan lembaga hukum seperti Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) juga tak bisa menjadi dasar KPK untuk melakukan pemecatan. Apalagi, putusan tersebut tidak masuk ke dalam evaluasi pelaksanaan TWK dan tindak lanjut dari hasil Asesmen TWK adalah kewenangan pemerintah.

"Pimpinan KPK tidak dapat menggunakan putusan-putusan tersebut untuk membenarkan tindakan mereka. Presiden pun tidak dapat berlindung di balik putusan tersebut sebagai alasan untuk berdiam diri. Sebaliknya, pengabaian terhadap rekomendasi Komnas HAM justru menunjukkan arogansi dan ketidakpedulian terhadap HAM," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, 57 pegawai tak bisa lagi bekerja di KPK karena mereka tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.

Komisi antirasuah berdalih ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil asesmen mereka.

Tak hanya itu, KPK juga memastikan para pegawai telah diberikan kesempatan yang sama meski mereka telah melewati batas usia atau pernah berhenti menjadi ASN sebelumnya.