JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebaiknya bersikap dulu terhadap temuan lembaganya sebelum mengizinkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit menarik 56 pegawai KPK yang bakal didepak pada 30 September besok.
Hal ini disampaikannya menanggapi rencana Listyo menarik Novel Baswedan dkk yang gagal menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di KPK setelah dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS) Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Sebaiknya presiden menyampaikan sikap resminya terhadap temuan dan rekomendasi
@KomnasHAM terlebih dahulu sebelum memberikan "izin" kepada institusi lain untuk mengambil inisiatif terkait status 57 pegawai KPK," kata Beka melalui akun Twitternya @Bekahapsara yang dikutip Rabu, 29 September.
Sebaiknya presiden menyampaikan sikap resminya terhadap temuan dan rekomendasi @KomnasHAM terlebih dahulu sebelum memberikan "izin" kepada institusi lain untuk mengambil inisiatif terkait status 57 pegawai KPK. https://t.co/TMKwE0xUJ0
— Beka Ulung Hapsara (@Bekahapsara) September 29, 2021
Tanggapan juga disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Choirul Anam. Dia berharap Presiden Jokowi dapat memberikan penjelasan langsung terkait rencana Listyo yang telah disetujui itu.
"Penting bagi Komnas HAM untuk mendapatkan penjelasan dari Presiden secara langsung. Apakah ini merupakan bagian dari temuan dan rekomendasi Komnas," ujarnya kepada wartawan.
BACA JUGA:
Selain itu, dia menyebut ide yang ditawarkan Kapolri itu bisa diartikan sebagai sikap Presiden Jokowi. Sehingga penjelasan diperlukan apalagi jika keputusan tersebut bersumber dari rekomendasi lembaganya yang sudah diserahkan sejak beberapa waktu lalu.
"Jika ini bagian dari temuan dan rekomendasi Komnas. Apakah pelaksanaan sebagian atau seluruhnya? Penting kami ingatkan memang salah satunya pemulihan menjadi ASN berdasarkan perintah UU terkait alih status. Artinya sistem umum bagi ASN yang melamar tidak boleh diterapkan," jelas Anam.
Lebih lanjut, dia mengingatkan temuan faktual Komnas HAM harusnya jadi rujukan. Apalagi, dalam pelaksanaan Asesmen TWK telah terjadi pelanggaran. "Presiden juga pernah membuat arahan yang intinya tidak boleh merugikan pegawai KPK. Arahan ini pula menjadi salah satu dasar rekomendasi, disamping putusan MK," tegas Anam.
"Dari beberapa hal diatas rekomendasi kami tetap kami jadikan rujukan utama dan kami berharap mendapat penjelasan langsung Presiden," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, 57 pegawai dinyatakan tak bisa lagi bekerja di KPK karena mereka tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 per akhir September mendatang. Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.
Komisi antirasuah berdalih ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil asesmen mereka.
Jelang pemberhentian dilakukan, Kapolri mengaku ingin merekrut 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK untuk jadi ASN Polri. Keinginan ini disampaikan lewat surat kepada Presiden Jokowi pekan lalu dan disetujui.
Adapun alasan Sigit ingin merekrut puluhan pegawai ini karena Polri membutuhkan SDM untuk memperkuat lini penindakan kasus korupsi. Terlebih, Polri saat ini juga fokus dalam penanganan pemulihan COVID-19.