Muncul Spanduk ‘Pak Novel Hentikan Polemik TWK, Semua Harus Legowo’
Spanduk meminta Novel Baswedan dkk legawa tak lulus TWK ASN KPK di Ciputat, Tangsel (FOTO: Yudhistira Mahabarata/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Di tengah polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) yang belum jelas ujungnya, bermunculan spanduk di jalanan. Spanduk ini berisi pesan agar penyidik senior Novel Baswedan dkk menghentikan polemik TWK dan bersikap legawa. 

Dari pantauan VOI, spanduk yang mendesak Novel Baswedan dkk legawa tak lolos menjadi ASN dipasang di Jalan Ir H. Juanda, Cemp. Putih, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten. 

Spanduk ini dipasang di pinggir jalan dengan tulisan ‘Meminta Kepada Pak Novel Dkk Hentikan Polemik Gagal Test TWK Pegawai KPK, Semua Harus Legowo’.

VOI masih menelusuri pemasang spanduk di pinggir jalan yang tentunya jadi perhatian pengendara yang melintas di lokasi. 

Nurul Ghufron Tak Bisa Menjawab, Komnas HAM Tunggu Firli Bahuri

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih menunggu kehadiran empat pimpinan dan Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga akhir Juni mendatang. Hal ini dilakukan karena masih ada pertanyaan yang belum bisa dijawab oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. 

Ghufron menjadi utusan pimpinan KPK untuk diklarifikasi adanya dugaan pelanggaran hak asasi saat proses TWK berlangsung. KPK berdalih, hal ini dilakukan karena semua keputusan terkait alih status pegawainya dilakukan secara kolektif kolegial.

Namun, pertanyaan yang disampaikan oleh penyelidik dari Komnas HAM ternyata bukan hanya menyentuh keputusan yang ditentukan secara bersama tapi juga peran masing-masing pihak termasuk lima pimpinan KPK. Sehingga, ada sejumlah pertanyaan yang tak bisa dijawab Ghufron.

"Ada beberapa konstruksi pertanyaan yang bukan wilayah kolektif kolegial, tapi wilayah yang sifatnya kontribusi para pimpinan per individu. Sehingga tadi ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Pak Ghufron karena itu pimpinan yang lain," kata  Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam kepada wartawan di kantornya, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Kamis, 17 Juni.

Lebih lanjut, Komnas HAM memang memberikan kesempatan kepada pimpinan dan Sekjen KPK untuk hadir memberikan klarifikasi. Namun, lembaga ini tak akan melakukan pemanggilan kembali tapi menunggu kesadaran mereka untuk hadir hingga akhir bulan mendatang.

"Sudahlah enggak usah kita panggil lagi. Kita berikan kesempatan saja. Kalau mau datang kita terima sampai akhir bulan ini sampai kami tutup kasus ini," tegasnya.

"Soalnya kalau nunggu panggil lagi dan macam-macam, ini akan memakan waktu yang banyak dan merugikan kita semua," imbuh Anam.

Novel Baswedan Bicara

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan dirinya sering mendengar keluh kesah dari sejumlah pimpinan. Keluhan ini terkait adanya pimpinan komisi antirasuah yang mendominasi saat pengambilan keputusan di lembaga tersebut.

"Dikatakan bahwa ada pimpinan KPK yang terlalu dominan. Bahkan dalam beberapa keadaan, empat pimpinan mau melakukan sesuatu dan yang satu ini tidak mau, itu tidak bisa terjadi," kata Novel dalam diskusi yang ditayangkan di YouTube Public Virtue Institute, Minggu, 20 Juni. 

Novel tak menyebut siapa pimpinan KPK yang menyampaikan keluh kesah kepada dirinya. Dia juga tak mengungkap siapa sosok pimpinan yang mendominasi tersebut.

Tapi, dia menegaskan keluhan tersebut benar adanya dan dominasi ini berujung pada terganggunya proses pemberantasan korupsi. "Ini yang sering disebut beberapa pimpinan KPK tadi, bahwa itu sering mengganggu," tegas Novel.

"Karena, kalau yang terjadi seperti itu kan pasti namanya dinamika pengambilan keputusan di KPK akan terganggu dengan hal-hal yang demikian," imbuhnya.

ICW Minta KPK Tak Sebarkan Hoaks TWK

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak memberikan informasi bohong atau hoaks terkait hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawainya.

Hal ini disampaikannya untuk menanggapi pernyataan Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri yang menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Kepagawaian Negara (BKN) untuk meminta hasil TWK.

"ICW mengingatkan kepada Plt Juru Bicara KPK untuk tidak memberikan informasi hoaks terkait dengan hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu, 16 Juni.

Pernyataan perihal penyerahan hasil TWK kepada KPK dari BKN ini didasari unggahan yang ada dalam situs KemenPANRB. Dalam unggahan tersebut disebutkan, Kepala BKN Bima Haria Wibisana telah menyerahkan hasil TWK kepada pihak KPK yang diwakili oleh Sekjen KPK Cahya H. Harefa pada 27 April.

VOI mencoba menelusuri unggahan tersebut di situs KemenPANRB dan ditemukan unggahan berita yang menyatakan hasil asesmen TWK sudah diserahkan. Penyerahan tersebut disaksikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo dan Ketua KPK Firli Bahuri.

Kembali ke Kurnia, dengan adanya unggahan tersebut maka janggal ketika komisi antirasuah tersebut mesti berkoordinasi dengan BKN untuk mendapatkan hasil TWK. Ketidakjujuran ini juga dianggap menjadi penguat dugaan publik jika tes alih status pegawai itu hanya akal-akalan semata.

"Ketidakjujuran KPK dalam memberikan hasil TWK kepada pegawai semakin menguatkan dugaan publik bahwa tes itu hanya akal-akalan saja untuk menyingkirkan pegawai KPK," tegasnya.

75 Pegawai KPK Tersingkir

Tes Wawasan Kebangsaan diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.

Sementara 75 pegawai termasuk penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko yang akan pensiun juga dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sedangkan dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.

Penuturan para pegawai yang ikut tes ini, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan asesmen. Termasuk pada pertanyaan yang diajukan oleh asesor atau penilai saat proses wawancara.

Para pegawai menyebut pertanyaan yang diajukan saat proses TWK berlangsung melanggar ranah privat. Kejanggalan inilah yang kemudian diadukan oleh puluhan pegawai ini ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga Ombudsman RI.