Ambiguitas Firli Bahuri Terkait Nasib Novel Baswedan dan 74 Pegawai KPK
Ketua KPK Firli Bahuri (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sudah angkat bicara soal nasib penyidik senior Novel Baswedan dan 74 pegawai lain yang tak memenuhi syarat Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Hanya saja, pernyataannya ini dianggap masih ambigu karena tak ada tindakan nyata. Padahal, Presiden Joko Widodo sebelumnya telah meminta alih status pegawai KPK jangan sampai merugikan para pegawai.

Penilaian ini disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Menurutnya, Firli bisa langsung bertindak setelah ada perintah dari Presiden Jokowi, termasuk membatalkan penonaktifan puluhan pegawai tersebut.

"ICW menilai penjelasan Ketua KPK Firli Bahuri terkait polemik hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) masih sangat ambigu. Semestinya, menindaklanjuti omongan Presiden, Ketua KPK langsung mengeluarkan produk hukum untuk membatalkan penonaktifan 75 pegawai dan menegaskan bahwa seluruh pegawai KPK akan dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN)," kata Kurnia dalam keterangannya yang diterima VOI, Jumat, 21 Mei.

Melihat kondisi ini, dia lantas meminta Presiden Jokowi melakukan supervisi atas polemik hasil TWK. Sebab, bukan tak mungkin pimpinan komisi antirasuah bakal mencari cara lain menyingkirkan 75 pegawainya tersebut.

Tak hanya itu, Kurnia juga meminta agar dilakukan investigasi. Tujuannya, untuk melihat proses ditetapkannya TWK sebagai syarat alih status kepegawaian KPK dari independen menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

"Akan sangat baik jika dilakukan investigasi khusus," tegasnya.

Apalagi, ICW menduga TWK ini bukan kerja individu tapi kelompok tertentu yang ada di internal maupun eksternal. Kelompok ini, sambung Kurnia, diduga merancang strategi untuk menyingkirkan Novel dan sejumlah Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) KPK yang tengah mengusut kasus besar serta pegawai lainnya.

"Keyakinan itu diperkuat dengan adanya penggalangan opini oleh para buzzer di media sosial dan sejumlah upaya peretasan tatkala masyarakat mengkritik hasil TWK," ungkapnya.

Dewas didesak bertindak

Kurnia menyebut Dewan Pengawas KPK harusnya juga segera menjadwalkan pemanggilan terhadap para pimpinan komisi antirasuah. Apalagi sebelumnya, para pegawai yang dinonaktifkan dari pekerjaannya itu sudah menyampaikan laporan terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik.

"ICW mendesak agar Dewan Pengawas segera menjadwalkan pemanggilan seluruh Pimpinan KPK untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik perihal Tes Wawasan Kebangsaan," ujarnya.

Apalagi, dalam proses TWK ini, ICW menganggap pelanggaran kode etik begitu terang diperlihatkan oleh pimpinan KPK. "Terutama dalam hal menyelundupkan TWK melalui PerKom 1/2021 yang tidak ada cantolan hukum, baik UU 19 Tahun 2019 maupun PP 41 Tahun 2020," kata Kurnia.

Sehingga, Tumpak Hatorangan Panggabean dkk dirasa perlu memeriksa lima pimpinan KPK sebagai bentuk pengawasan.

"Jika tidak dilakukan, maka Dewan Pengawas tidak lagi menjadi instrumen pengawasan, justru berubah menjadi pelindung Pimpinan KPK,"

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana

TWK yang berpolemik ini diikuti oleh 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.

Sementara 75 pegawai termasuk Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sedangkan dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.

Terkait puluhan orang yang tak lolos ini, KPK beberapa waktu lalu menerbitkan surat keputusan. Dalam surat ini, puluhan orang tersebut diminta menyerahkan tanggung jawab mereka kepada atasannya.

Polemik pun muncul terkait hal ini. Sebab, hal ini dianggap sebagai upaya menyingkirkan Novel dan sejumlah penyidik serta penyelidik yang tengah mengusut kasus korupsi besar.

Hingga akhirnya, Presiden Jokowi menyampaikan tanggapannya dengan meminta TWK jangan dijadikan alasan memberhentikan puluhan pegawai yang tak lolos. Dia juga meminta Firli bersama MenPANRB Tjahjo Kumolo dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) merancang ulang tindak lanjut terkait tak lolosnya 75 pegawai KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan.

Menanggapi hal ini, Firli Bahuri menyebut penentuan terhadap nasib puluhan pegawai akan dilakukan pada pekan depan. Dia mengatakan, KPK akan melakukan pembahasan dengan berbagai instansi terkait.

"Yang pasti hari Selasa, 25 Mei kita akan melakukan pembahasan secara intensif untuk penyelesaian 75 pegawai KPK, rekan-rekan kami, adik-adik saya," kata Firli dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Mei.

Firli Bahuri mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KemenPANRB. Selain itu, komisi antirasuah juga akan menggandeng Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN).

Tapi, dirinya belum tahu nasib para pegawai itu dari hasil rapat yang akan dilakukan pekan nanti. Sehingga, KPK enggan merespons lebih jauh terkait nasib Novel Baswedan dkk.

Namun yang pasti, dia menegaskan jika pihaknya sampai saat ini belum mengambil sikap terhadap 75 pegawainya yang dinyatakan tak lolos TWK. Firli mengaku tak pernah terbersit untuk menghentikan para pegawainya.

"Kami ingin pastikan sampai hari ini tidak pernah KPK memberhentikan, tidak pernah KPK memecat dan tidak pernah juga berfikir KPK untuk menghentikan dengan hormat maupun tidak hormat," tegasnya.