JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa lima pimpinan komisi antirasuah. Desakan ini muncul karena adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dan pimpinan lain.
Mereka diduga melanggar kode etik terkait pelaksanaan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang tak meloloskan 75 pegawai, termasuk penyidik senior Novel Baswedan.
"ICW mendesak agar Dewan Pengawas KPK mengambil inisiatif untuk melakukan pemeriksaan terhadap para pimpinan KPK, termasuk Firli Bahuri atas berbagai dugaan pelanggaran kode etik," kata Egi Primayogha melalui keterangannya yang dikutip Kamis, 13 Mei.
Pegiat antikorupsi ini menilai KPK tengah di ambang kehancuran dan pembusukan. Sehingga, dewan pengawas perlu mengambil tindakan tegas dan serius demi menjaga KPK.
"Agar KPK tetap dapat dijaga dari kehancuran dan pembusukan, maka dewan pengawas harus mengambil tindakan tegas dan serius," tegasnya.
Tak hanya itu, dia menyebut lima pimpinan KPK seharusnya bertanggungjawab atas kegaduhan yang terjadi.
"Berbagai akumulasi persoalan dan kegaduhan di KPK tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab Ketua KPK dan Pimpinan KPK lainnya," ungkap Egi.
Sebelumnya, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.
BACA JUGA:
Sementara 75 pegawai termasuk Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sedangkan dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.
Berikutnya, KPK mengeluarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan. Surat tertanda Ketua KPK Firli Bahuri dan salinannya ditandatangani Plh Kepala Biro SDM Yonathan Demme Tangdilintin tersebut memiliki empat poin.
Salah satunya, memerintahkan pegawai yang tak lolos untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab mereka kepada atasan langsung.
Hal ini selanjutnya menimbulkan polemik di dalam internal. Sebab, pegawai yang namanya tercantum dalam surat keputusan itu bersuara dan salah satunya adalah Kasatgas Harun Al-Rasyid.
Dia mengatakan, Firli Bahuri bergerak diam-diam untuk menonaktifkan dirinya dan 74 pegawai lainnya termasuk Novel Baswedan. Tak hanya itu, Harun menganggap eks Deputi Penindakan itu tutup kuping terhadap respons publik terhadap TWK dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahkan, dia menyebut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang mengganjal puluhan pegawai KPK itu adalah keinginan Firli. Hal ini telah ditanyakan kebenarannya ke pimpinan KPK lainnya.
"Saya beberapa kali komunikasi dengan pimpinan yang lain, dan ini sudah dinyatakan oleh pimpinan lainnya ternyata bahwa di KPK itu sudah tak ada kolegial," ungkapnya.
Dia mengatakan, Firli tidak mendengar nasihat empat pimpinan KPK lainnya. "Ketua KPK yang gigih dan getol mendorong utk dilakukannya tes wawasan kebangsaan," ujar Harun.
Harun juga menyebut Firli pintar membangun narasi publik. Dirinya menyebut Firli mengatur strategi untuk membuat para pimpinan KPK yang lain diam untuk menjelaskan tes itu.
"Andai saja pimpinan lainnya berani nyatakan ini ke publik bahwa 'yang disampaikan oleh ketua KPK bahwa pelaksanaan TWK itu adalah keinginan pimpinan secara kolektif kolegial tidak benar dan omong kosong' pasti sudah game over permainan ini," pungkasnya.