Bagaimana Nasib Novel Baswedan dkk Usai Tak Lolos TWK?
Penyidik KPK Novel Baswedan (Rizky Adytia Pramana/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpolemik. Apalagi, dari tes tersebut ada 75 pegawai yang tak memenuhi syarat (TMS) dan dinonaktifkan dari jabatannya, termasuk penyidik senior Novel Baswedan.

Terkait polemik yang berkembang di tengah masyarakat, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan penentuan terhadap nasib puluhan pegawai akan dilakukan pada pekan depan. Dia mengatakan, pihaknya akan melakukan pembahasan dengan berbagai instansi terkait.

"Yang pasti hari Selasa, 25 Mei kita akan melakukan pembahasan secara intensif untuk penyelesaian 75 pegawai KPK, rekan-rekan kami, adik-adik saya," kata Firli dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Mei.

Firli Bahuri mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KemenPANRB. Selain itu, komisi antirasuah juga akan menggandeng Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN).

Tapi, dirinya belum tahu nasib para pegawai itu dari hasil rapat yang akan dilakukan pekan nanti. Sehingga, KPK enggan merespons lebih jauh terkait nasib Novel Baswedan dkk.

"Karena itu kami tidak berani memberikan respons sejak awal karena kami harus bekerja dengan bersama-sama kementerian lembaga selanjutnya adalah KPK tetap efektif, KPK tetap bekerja keras untuk melakukan pemberantasan korupsi," tegas Firli.

Namun yang pasti, dia menegaskan jika pihaknya sampai saat ini belum mengambil sikap terhadap 75 pegawainya yang dinyatakan tak lolos TWK. Firli mengaku tak pernah terbersit untuk menghentikan para pegawainya.

"Kami ingin pastikan sampai hari ini tidak pernah KPK memberhentikan, tidak pernah KPK memecat dan tidak pernah juga berfikir KPK untuk menghentikan dengan hormat maupun tidak hormat," ungkapnya.

Pembahasan akan berjalan rumit

Eks Deputi Penindakan memastikan hal tersebut. Katanya, membahas nasib Novel dan 74 pegawai lainnya tentu bukan perkara mudah.

Apalagi, pembahasan dilakukan dengan menggandeng lembaga lain seperti yang telah disebutkannya. "Menindaklanjuti nya tidak bisa dengan satu jari, tidak bisa hanya KPK, karena terkait dengan kementerian lembaga lain," ungkap Firli.

Meski begitu, dia ogah dituding tak menaati perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berkoordinasi dengan BKN dan KemenPANRB. Sebab, koordinasi telah mereka lakukan termasuk dengan lembaga lain.

"Ada MenpanRB (Tjahjo Kumolo), ada Kemenkumham yang mengatur regulasi ada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), ada lembaga administrasi negara, ada MenpanRB dan ada BKN inilah yang kita kerjasamakan," ujar Firli.

Dia paham publik berkeinginan agar 75 pegawai ini kembali bekerja. Namun, KPK butuh waktu untuk memproses semua regulasi yang ada. "Kami pimpinan KPK dan sekjen termasuk dengan seluruh pejabat struktural, terus bekerja dengan tidak memberikan komentar," katanya.

Firli boleh saja menyebut dirinya telah menaati perintah Presiden Jokowi terkait Novel Baswedan dkk. Tapi, eks pimpinan KPK Bambang Widjojanto justru berkata sebaliknya.

Menurut dia,  Firli Bahuri cs mengabaikan arahan langsung dari kepala negara. Apalagi, sejauh ini belum ada keputusan yang jelas terkait nasib puluhan orang meski Jokowi minta jangan ada pihak yang merasakan dirugikan dalam proses alih status ini.

"Pernyataan presiden soal TWK pegawai KPK ternyata diabaikan karena belum ditindaklanjuti secara tuntas, clean, and klir baik oleh pimpinan KPK, MenPANRB, maupun BKN," kata Bambang kepada wartawan dalam keterangan tertulis, Kamis, 20 Mei.

Bambang atau biasa disapa BW menyebut KPK tak memberikan alasan yang dapat menjelaskan mengapa perintah Presiden Jokowi tak segera ditindaklanjuti. Tindakan ini dapat dianggap mengabaikan atau mengingkari kebijakan yang telah disampaikan kepala negara.

"Tindakan mengabaikan dan/atau mengingkari kebijakan Presiden di atas, tidak hanya dapat menciderai kehormatan Presiden maupun lembaga kepresidenan tapi juga disebut sebagai tindakan melawan kebijakan atasan yang akuntabel," ujar Bambang.

Selain itu BW menyebut surat keputusan yang dikeluarkan pimpinan KPK untuk menonaktifkan 75 orang pegawai sama saja perbuatan melawan hukum. Sebab, jika keputusan itu tak segera dicabut akan menimbulkan konsekuensi hukum terhadap penyidik dan penyelidik yang tak lolos asesmen dan dinonaktifkan.

"Situasi di atas juga dapat menjadi pintu masuk dan celah hukum bagi para koruptor untuk menggugat tindakan hukum penyelidik dan penyidik KPK yang dinonjobkan oleh Ketua KPK sendiri," tegasnya.

Sehingga, dia menilai, KPK perlu menyatakan surat keputusan tersebut batal dan 75 pegawai dapat kembali bekerja menjalankan tugas serta kewajiban mereka.

Tak hanya itu, ada sejumlah tindakan lain yang harus diambil untuk menuntaskan polemik TWK. Pertama, adalah memeriksa kelima pimpinan KPK untuk memastikan ada atau tidaknya maladministrasi.

"Kedua, tata cara, prosedur, dan proses tindakan menonjobkan pegawai KPK harus dilaporkan agar dapat dilakukan pemeriksaan oleh Komisi ASN krn sangat membahayakan ASN itu sendiri," ungkapnya.

Desakan lain yang dikemukakan BW yakni meminta Firli  segera diperiksa oleh Dewan Pengawas KPK. Dengan begitu inidikasi pelanggaran kode etik dapat diketahui.

Keempat, Bambang juga meminta agar anggota Dewan Pengawas KPK yang membuat pernyataan dengan mendukung pimpinan komisi antirasuah dapat diperiksa oleh dewan etik independen dan diberhentikan sementara selama proses tersebut berlangsung.

"Skandal metode TWK sebagai instrumen pembersihan harus diusut tuntas agar tidak lagi digunakan karena bersifat rasis, melanggar HAM, dan bercitarasa litsus ala Orde Baru. Untuk itu perlu diperiksa oleh Komnas HAM dan Komnas Perempuan agar tidak diisntrumentasi sebagai alat kepentingan kekuasaan yang potensial disalahgunakan," pungkasnya.

Adapun Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.

Sementara 75 pegawai termasuk Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sedangkan dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.