Rencana Pengangkatan 56 Pegawai KPK Jadi ASN Polri Kuatkan Sinyal TWK Bermasalah
Gedung KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Keinginan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menarik Novel Baswedan dkk ke Korps Bhayangkara setelah diberhentikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena gagal beralih status jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) disoroti Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) yang tergabung dalam koalisi, menyebut niatan Listyo makin mengindikasikan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang jadi syarat alih status pegawai KPK bermasalah dalam pelaksanaannya. Apalagi, pimpinan komisi antirasuah dan pemerintah terkesan tidak satu suara.

"Rencana pemerintah mengangkat 56 pegawai KPK menjadi ASN di Polri juga kian menguatkan sinyal bahwa TWK penuh masalah," kata peneliti ICW Kurnia Ramadana dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan yang dikutip Kamis, 30 September.

Dia kemudian menyinggung pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang terkesan tak satu suara dengan Firli Bahuri dkk. Menurut Kurnia, pemerintah mengungkap dasar hukum pengangkatan 56 pegawai KPK menjadi ASN adalah Pasal 1 Ayat 1 PP 17 Tahun 2020.

"Aturan itu menyebutkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan PNS. Sedangkan pada waktu yang sama, Pimpinan KPK mengatakan bagwa pegawai tidak bisa diangkat menjadi ASN karena tidak lolos TWK," jelasnya.

Kurnia lantas meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur dan mengevaluasi Pimpinan KPK atas kegaduhan yang mereka sebabkan akibat polemik TWK ini. Selain itu, langkah ini harus diambil karena Ombudsman RI dan Komnas HAM telah menyatakan adanya maladministrasi serta pelanggaran hak pegawai dalam proses asesmen ini.

"Jika Presiden mengangkat 56 pegawai ASN tanpa diikuti evaluasi atas kinerja Pimpinan KPK, maka patut diduga pihak eksekutif juga berada pada posisi yang sama dengan Firli Bahuri dan komisioner lainnya," tegas Kurnia.

Sebelum menutup pernyataannya, pegiat antikorupsi ini juga menganggap sikap yang diambil Presiden Jokowi seakan tak pernah berpihak dengan isu penguatan lembaga antikorupsi. Diamnya Jokowi atas polemik yang terjadi di KPK, kata Kurnia, bukan kali pertama terjadi.

Ia mengungkit 2019 lalu, Presiden Jokowi bersepakat atas perubahan UU KPK dan berkontribusi atas terpilihnya Pimpinan KPK yang sangat buruk kualitasnya.

Sehingga untuk memperbaiki ini semua ada beberapa hal yang didesak Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi untuk dilakukan Presiden Jokowi. "Pertama, Presiden menyampaikan secara langsung tindak lanjut atas pemberhentian 56 pegawai KPK," ujar Kurnia.

"Kedua, Presiden Jokowi melaksanakan rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM dan terakhir, Presiden Jokowi mengangkat 56 pegawai KPK menjadi ASN di KPK," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, 57 pegawai dinyatakan tak bisa lagi bekerja di KPK karena mereka tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 per akhir September mendatang. Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.

Komisi antirasuah berdalih ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil asesmen mereka.

Jelang pemberhentian dilakukan, Kapolri mengaku ingin merekrut 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK untuk jadi ASN Polri. Keinginan ini disampaikan lewat surat kepada Presiden Jokowi pekan lalu dan disetujui.

Adapun alasan Sigit ingin merekrut puluhan pegawai ini karena Polri membutuhkan SDM untuk memperkuat lini penindakan kasus korupsi. Terlebih, Polri saat ini juga fokus dalam penanganan pemulihan COVID-19.