Tak Diundang ke KTT ASEAN, Pemimpin Rezim Militer Myanmar: Tidak Ada yang Peduli dengan Provokasi Teroris

JAKARTA - Pemimpin rezim militer Myanmar menyebut pihaknya berkomitmen terhadap perdamaian dan demokrasi, menyebut ASEAN harus mempertimbangkan provokasi dan keekrasan yang dilakukan oleh lawan-lawannya yang disebut 'teroris'.

Dalam komentar pertama sejak ASEAN mengeluarkan Negeri Seribu Pagoda tersebut dari KTT ASEAN mendatang, lantaran kurangnya komitmen terhadap 'Lima Poin Kesepakatan' yang dihasilkan dalam ASEAN Leaders Meeting (ALM) di Jakarta April lalu. Pemimpin rezim militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengulangi rencana lima tahap junta sendiri untuk memulihkan demokrasi.

Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta 1 Februari dan menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan yang mematikan, tidak menyebutkan keputusan ASEAN, tetapi menyebut Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dilarang dan kelompok etnis bersenjata berusaha menyabotase proses perdamaian yang dipimpin ASEAN.

"Lebih banyak kekerasan terjadi karena provokasi kelompok teroris," kata Min Aung Hlaing dalam pidato di televisi, di mana ia tampil dalam pakaian sipil, mengutip Reuters 18 Oktober.

"Tidak ada yang peduli dengan kekerasan mereka, dan hanya menuntut kita menyelesaikan masalah ini. ASEAN harus bekerja untuk itu," sambungnya.

ASEAN memutuskan untuk mengundang perwakilan non-politik dari Myanmar ke KTT 26-28 Oktober, dalam penghinaan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada para pemimpin militer di balik kudeta terhadap pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.

Min Aung Hlaing mengatakan, Myanmar menginginkan Utusan Khusus ASEAN, Erywan Yusof, untuk mengunjungi negara itu sesuai kesepakatan. Tetapi, beberapa tuntutannya tidak dapat dinegosiasikan, tanpa menguraikan lebih jauh.

NUG, aliansi luas kelompok anti-kudeta yang mencakup anggota partai penguasa terguling Suu Kyi, telah mendukung pelatihan dan pembentukan milisi yang disebut 'Pasukan Pertahanan Rakyat' di balik serangan terhadap pasukan keamanan di beberapa wilayah negara itu.

Ilustrasi militer Myanmar. (Wikimedia Commons/Mil.ru)

NUG baru-baru ini mendeklarasikan pemberontakan nasional melawan kekuasaan militer. Pemerintah bayangan pada Hari Senin menyambut pengecualian ASEAN dari pemimpin junta, tetapi mengatakan NUG harus menjadi perwakilan yang sah.

"ASEAN mengecualikan Min Aung Hlaing merupakan langkah penting, tetapi kami meminta agar mereka mengakui kami sebagai perwakilan yang tepat," kata juru bicara pemerintah bayangan Dr. Sasa.

Namun, dia mengatakan NUG akan menerima mengundang perwakilan alternatif Myanmar yang benar-benar netral.

Keputusan ASEAN merupakan langkah berani yang luar biasa bagi blok yang didorong oleh konsensus, yang secara tradisional lebih menyukai kebijakan keterlibatan dan non-intervensi.

Brunei, ketua ASEAN saat ini, mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan kurangnya kemajuan pada peta jalan yang telah disepakati junta dengan ASEAN pada bulan April.

Sementara itu, seorang juru bicara rezim militer Myanmar pada akhir pekan menyalahkan 'intervensi asing' atas keputusan tersebut.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta, yang mengakhiri satu dekade demokrasi tentatif dan reformasi ekonomi. Ribuan lawannya telah ditangkap, termasuk Suu Kyi. Pasukan keamanan telah membunuh lebih dari 1.100 orang, menurut aktivis dan PBB.

Beberapa menit setelah pidato Min Aung Hlaing, televisi pemerintah mengumumkan bahwa lebih dari 5.600 orang yang ditangkap atau dikenakan surat perintah penangkapan atas peran mereka dalam protes anti-kudeta akan dibebaskan dengan amnesti.

Dikatakan keputusan itu atas dasar kemanusiaan dan menyalahkan pemerintah bayangan karena menyebabkan kerusuhan.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.