Klaim Jumlah Korban Tewas Antikudeta hanya 258 Orang, Rezim Militer Myanmar Tuding Data Digelembungkan
JAKARTA - Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) menyatakan bisa menjamin data korban tewas selama aksi menentang kudeta rezim militer Myanmar akurat, tidak digelembungkan.
Dituding rezim militer Myanmar menggelembungkan daftar korban tewas, AAPP menyebut telah mendokumentasikan kematian dan penangkapan yang dilakukan oleh aparat keamanan sejak kudeta 1 Februari.
Data AAPP menyebut, jumlah korban tewas akibat kekerasan rezim militer Myanmar telah mencapai 726 orang. Sementara, militer menyebut korban tewas antara 1 Februari hingga 15 April berjumlah 258 orang, berdasarkan data Kepolisian Myanmar.
Rezim juga menyatakan, dari total 258 orang, 247 orang terbunuh selama serangan balik oleh pasukan rezim ketika mereka diserang saat menghilangkan penghalang jalan. Sementara, 11 lainnya tewas dalam keadaan yang berbeda.
Rezim militer juga membantah bertanggung jawab atas kematian siswa sekolah menengah berusia 20 tahun, Ma Mya Thwet Thwet Khine, yang terkena peluru tajam di Naypyitaw pada 10 Februari, ketika polisi anti huru hara membubarkan pengunjuk rasa.
Mereka juga membantah bertanggung jawab atas pembunuhan seorang gadis berusia 19 tahun, Kyal Sin, yang ditembak di kepala saat melakukan tindakan keras terhadap protes anti-rezim di Mandalay pada Bulan Maret.
Rezim mengatakan di surat kabar yang dikelola pemerintah pada Hari Selasa, kedua gadis itu tewas karena pengunjuk rasa saling menembak.
Terkait dengan peristiwa penyerangan Bago, rezim militer Myanmar menyebut AAPP mencatat 76 kematian pada 9 April tanpa informasi yang rinci. Menurut militer, hanya empat pengunjuk rasa yang tewas dan 36 lainnya ditangkap di Bago.
Sementara, penyerbuan ke Bago yang dilakukan oleh 250 pasukan rezim militer Myanmar sejak pukul empat pagi, rentetan tembakan senjata otomatis dan bahan peledak granat terus menyalak, menyapu tim penjaga malam dan tim pertahanan Bago, basis perlawanan pengunjuk rasa antikudeta militer.
Penduduk setempat menyebut, pasukan rezim militer terus melakukan penyerbuan dan penembakan di kawasan tersebut hingga 11 April. Tidak ada ambulans dan organisasi sosial yang memberikan bantuan medis dan layanan pemakaman gratis yang dapat pergi ke sana, untuk menjemput orang mati atau memberikan perawatan medis kepada yang terluka.
U San Min, yang bertanggung jawab atas departemen dokumentasi dan penelitian AAPP, mengatakan kepada The Irrawaddy, pasukan rezim telah menghancurkan semua jejak bukti pembantaian di Bago pada 9 April.
Namun, AAPP telah menerima informasi pribadi tentang 27 dari 82 yang dibunuh oleh pasukan junta di Bago hari itu. AAPP juga mengatakan bahwa mereka masih memverifikasi informasi pribadi dari 55 korban tewas lainnya.
Menurut U San Min, AAPP mendokumentasikan semua kematian yang disebabkan oleh pasukan rezim selama penggerebekan, tindakan keras, interogasi dan penembakan, memverifikasi setiap kasus.
"Kami telah membuat daftar jumlah korban tewas secara menyeluruh. Jadi, jumlahnya tidak akan pernah membengkak. Sebenarnya, jumlahnya diyakini lebih tinggi dari daftar yang tercatat, karena ada banyak kasus (di mana) kami tidak memiliki informasi," kata U San Min, melansir The Irrawaddy Kamis 22 April.
Baca juga:
- Etnis Bersenjata KIA Kembali Rebut Sejumlah Pos Terdepan Pasukan Rezim Militer Myanmar
- Mantan Sekjen PBB Minta Antonio Guterres dan ASEAN Ambil Tindakan Nyata Soal Kudeta Myanmar
- Uni Eropa Jatuhkan Sanksi Terhadap 10 Petinggi dan Dua Perusahaan Rezim Militer Myanmar
- Serbu Basis Perlawanan Pengunjuk Rasa Antikudeta, Enam Pasukan Rezim Militer Myanmar Tewas
Hingga Senin, hampir 740 orang telah dibunuh oleh pasukan junta selama penggerebekan, penumpasan, penangkapan dan penembakan acak. Mereka yang terbunuh termasuk pengunjuk rasa anti-rezim, anggota partai NLD, pengamat, pejalan kaki dan warga sipil, kata AAPP.
Lebih dari 3.200 orang termasuk pemimpin terpilih, anggota partai NLD, komisioner pemilu, dokter, pengunjuk rasa, jurnalis, penulis, seniman, dan warga sipil telah ditahan.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.