Lagi, Ledakan Guncang Yangon, Etnis Bersenjata KIA Kembali Kalahkan Pasukan Rezim Militer Myanmar
JAKARTA - Sejumlah gedung pemerintahan di Kota Yangon diguncang ledakan, sementara Kachin Independence Army (KIA), sayap militer etnis bersenjata Kachin Independence Organisation (KIO) kembali memukul pasukan rezim militer, pada akhir pekan kemarin.
Sejak Jumat sore, pertempuran pecah di sejumlah lokasi antara KIA dengan tentara militer Myanmar, di tengah upaya rezim untuk menambah kekuatannya di wilayah KIA.
Pasukan KIA menyerang pasukan militer (Tatmadaw) di dekat daerah Hpung Ing-Woi Shi di Kotapraja Sumprabum Kachin, di bagian paling utara negara itu, pada Jumat sekitar pukul 7 malam.
“Ada sedikitnya 30 tentara dari militer Myanmar di Jalan Raya Sumprabum-Myitkyina. Lima tentara dari pihak militer tewas dan beberapa terluka dalam serangan itu,” kata seorang perwira KIA melansir The Irrawaddy, Senin 19 April.
KIA juga menyerang konvoi Tatmadaw di Kotapraja Hpakant saat melakukan pemeriksaan keamanan pada Jumat sore. KIA mengatakan, mereka menggunakan ranjau untuk melawan konvoi dan satu truk terbakar, mengakibatkan tiga tentara rezim terbunuh.
Pada Sabtu pagi, bentrokan terjadi antara KIA dan Tatmadaw di pos pemeriksaan keamanan yang dijaga bersama oleh militer, polisi dan petugas imigrasi di Kotapraja Waimaw di tenggara ibukota Kachin.
KIA mengatakan, mereka menangkap tiga tentara selama bentrokan itu. Semua penjaga keamanan melarikan diri dari pos keamanan setelah KIA melancarkan serangan ke pos pemeriksaan tersebut.
Seorang warga Waimaw mengatakan kepada The Irrawaddy, pertempuran berlangsung dari pukul 5 pagi hingga 8:40 pagi setelah pasukan militer mendekati sebuah desa tempat basis KIA berada.
KIA menginstruksikan penduduk desa di sekitar daerah itu untuk tinggal di rumah sampai Selasa depan dan tidak pergi keluar, termasuk untuk bertani dan berladang, kata penduduk.
"Setelah KIA mundur dari pos pemeriksaan, tentara Myanmar kembali. Sekarang, mereka melakukan pemeriksaan keamanan intensif terhadap semua warga sipil," tambah warga tersebut.
Ketegangan dengan militer meningkat, sejak KIA merebut bukit strategis ALaw Bum di dekat perbatasan China pada 25 Maret lalu. Militer melancarkan beberapa serangan udara untuk mencoba merebut kembali pangkalan tersebut dari KIA.
Namun, KIA masih menduduki pangkalan tersebut dan hampir 100 tentara militer Myanmar termasuk seorang komandan batalion telah tewas dalam pertempuran sengit.
Terpisah, serangkaian ledakan dilaporkan terjadi pada Jumat malam di Kota Yangon Mayangone, Kamayut, Sanchaung dan Yakin, menurut penduduk.
Keesokan harinya, tiga tentara rezim militer Myanmar terluka parah dalam serangkaian ledakan di Yangon, pada Sabtu 17 April. Tiga bom rakitan meledak sekitar pukul 14.00. di kantor Departemen Administrasi Umum di Kotapraja Yankin Yangon, menurut sumber polisi.
Sumber tersebut membenarkan, tiga pasukan rezim terluka parah dalam ledakan bom di kantor itu, tempat pasukan mendirikan pangkalan pada Maret lalu. Dari tiga yang terluka, satu dalam kondisi kritis, kata sumber kepolisian.
"Bom itu dilempar dari luar. Kami mendengar ledakan yang sangat keras dari ledakan tersebut. Kemudian, ambulans membawa pergi orang-orang yang terluka," kata seorang penduduk Kotapraja Yankin.
"Banyak truk militer datang setelah bom meledak. Tidak ada warga sipil yang berani keluar," sambungnya.
Ledakan lain terjadi di dekat gerbang bekas lapangan parade militer yang pernah digunakan untuk Hari Angkatan Bersenjata di Jalan U Wisara di Yangon, Sabtu sore sekitar pukul 16:15 waktu setempat.
Saksi mata mengatakan warga melihat asap dan mendengar ledakan keras. Kemudian, pasukan rezim memblokir jalan dan melakukan pemeriksaan keamanan. Tidak ada yang terluka dalam ledakan itu, kata seorang saksi mata.
Setelah ledakan, pada Sabtu pagi, pasukan junta melakukan pencarian ekstensif di lingkungan pemukiman di kota Sanchaung, Ahlone, Kamayut, dan Mayangone. Pencarian kendaraan juga dilakukan di beberapa bagian Yangon. Beberapa anak muda dipukuli dan ditangkap selama penggeledahan, menurut saksi mata.
Baca juga:
- Konglomerat Korea Selatan POSCO Hentikan Kerja Sama dengan Perusahaan yang Didukung Militer Myanmar
- Siap Lawan Rezim Militer, Ini Susunan Kabinet Persatuan Nasional Myanmar
- Karyawan Sebut Perusahan Minyak Prancis Total Masih Berhubungan dengan Rezim Militer Myanmar
- Gandeng Etnis Bersenjata, Perwakilan Parlemen Myanmar Bakal Umumkan Kabinet Sementara Hari Ini
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mencatat, korban tewas sejak kudeta rezim militer Myanmar pada 1 Februari lalu, telah mencapai sekitar 728 orang hingga Jumat malam waktu setempat.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.