JAKARTA - Konglomerat Korea Selatan POSCO, pada Hari Jumat waktu setempat mengumumkan, afiliasinya POSCO C&C akan menghentikan usaha patungan dengan perusahaan yang didukung militer Myanmar.
Produsen baja terbesar kelima di dunia itu mendapat kecaman karena hubungan bisnisnya dengan rezim militer Myanmar yang merebut kekuasaan pada Februari.
Konglomerat Korea Selatan POSCO mengklaim, usaha patungan, Myanmar POSCO C&C (MPCC), adalah satu-satunya penghubung ke junta militer. POSCO C&C telah menjalankan MPCC sejak tahun 2013 bersama Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL), salah satu konglomerat yang dikendalikan militer negara Asia Tenggara itu.
"Kami akan mengakhiri usaha patungan dengan MEHL, karena masalah (mengenai kudeta militer) telah diangkat baru-baru ini," kata POSCO C&C dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh POSCO," seperti melansir Korea Times, Jumat 16 April.
POSCO C&C memiliki 70 persen saham dan MEHL masing-masing memiliki 30 persen saham di MPCC. Perusahaan Korea Selatan itu tidak merinci bagaimana mereka akan mengakhiri usaha kerja sama tersebut.
"Kami berharap bisnis baja kami akan terus berkontribusi untuk meningkatkan lingkungan perumahan Myanmar dan merevitalisasi perekonomian," tambah POSCO C&C.
MEHL adalah salah satu entitas militer Myanmar yang diberi sanksi oleh Amerika Serikat dan Inggris. Sementara, POSCO telah berulang kali mengatakan bahwa mereka belum membayar dividen kepada MEHL sejak krisis Rohingya.
Total ada lima bisnis milik POSCO di Myanmar, termasuk ladang gas, hotel, pabrik pengolahan beras, dan perusahaan perdagangan, semuanya dijalankan oleh lengan perdagangannya, POSCO International.
Proyek gas juga telah diperdebatkan, karena termasuk Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE), sebuah perusahaan milik negara dalam konsorsium enam perusahaan internasional yang dipimpin oleh POSCO.
Proyek di lepas pantai Shwe, yang terletak 500 kilometer dari ibu kota Myanmar, Naypyidaw, adalah yang paling menguntungkan di antara lima proyek.
Dari sana, diperoleh pembukuan penjualan penjualan 623 juta dolar Amerika Serikat pada tahun 2020, atau sekitar 86 persen dari total penjualan POSCO International di Myanmar.
POSCO telah menyatakan bahwa semua bisnis yang dikelola oleh POSCO International telah beroperasi selama 20 tahun sebelum kudeta dilakukan pada Bulan Februari 2021, ketika pemerintah yang dipilih secara demokratis digulingkan.
BACA JUGA:
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.