Rezim Militer Myanmar Pungut Rp1,2 Juta dari Keluarga Korban yang Ingin Mengambil Jenazah Keluarganya

JAKARTA - Militer Myanmar menuntut keluarga korban tewas untuk membayar 120 ribu kyat Myanmar atau 85 dolar Amerika Serikat, sekitar Rp1.243.639 untuk mengambil jezanah keluarga mereak yang tewas dalam kekerasan terhadap pengunjuk rasa di Bago, Jumat 9 April lalu.

Sedikitnya 82 orang tewas Jumat di Bago, 90 kilometer (56 mil) timur laut Yangon, setelah kota itu digerebek" oleh pasukan keamanan militer, kata kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

AAPP menerangkan, militer Myanmar menembaki pengunjuk rasa anti-kudeta di Kota Bago Hari Jumat, menggunakan senapan serbu, granat berpeluncur roket (RPG), dan granat tangan.

Lebih dari 700 orang tewas sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih Myanmar pimpinan Aung San Suu Kyi dalam kudeta 1 Februari, menurut AAPP. Sejak itu, pasukan keamanan rezim yang terdiri dari polisi, tentara, dan pasukan elit kontra-pemberontakan telah melakukan tindakan keras sistematis terhadap pengunjuk rasa yang tidak bersenjata dan damai, menahan sekitar 3.000 orang dan memaksa para aktivis bersembunyi.

Seorang saksi mata yang tinggal di Kota Bago, yang tidak dapat disebutkan namanya untuk tujuan keamanan mengatakan, banyak penduduk telah melarikan diri ke desa terdekat sejak penggerebekan Hari Jumat. Jaringan internet telah terputus di daerah itu sejak Jumat, kata saksi mata dan pasukan keamanan sedang menggeledah lingkungan sekitar.

"Saya tinggal di jalan utama. Pasukan keamanan sering datang dan pergi. Karena ancaman itu, kami harus pindah ke rumah di jalur terdekat," kata saksi mata seperti melansir CNN, Senin 12 April. Ia menambahkan, mayat telah menumpuk di kamar mayat setelah penembakan.

Tak hanya itu, militer sekarang menuntut keluarga 120.000 kyat Myanmar atau sekitar 85 dolar Amerika Serikat untuk mengambil jenazah kerabat yang meninggal pada serbuan Hari Jumat, menurut sebuah posting Facebook dari Serikat Mahasiswa Universitas Bago.

Layanan Burma Radio Free Asia mencocokan laporan dari Perkumpulan Mahasiswa Universitas Bago. CNN belum secara independen memverifikasi laporan tersebut dan telah menghubungi militer untuk memberikan komentar

Sementara itu, rezim militer Myanmar mengklaim pasukannya diserang oleh peserta unjuk rasa di Bago Jumat, menurut surat kabar milik pemerintah.

"Pasukan keamanan diserang oleh kelompok perusuh saat memindahkan penghalang jalan yang diperkuat oleh para perusuh di jalan-jalan di Bago kemarin," tulis lapor Global New Light of Myanmar

"Perusuh menggunakan senjata buatan tangan, bom molotov, panah, perisai dan granat buatan tangan untuk menyerang pasukan keamanan. Bukti granat dan amunisi yang disita menunjukkan senjata kecil digunakan," tambah laporan itu.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.