Rezim Militer Myanmar Sebut Unjuk Rasa Didanai Asing, Tuding Kubu Aung San Suu Kyi Lakukan Pembakaran
Juru bicara rezim militer Myanmar Brigadir Jenderal Zaw Min Tun. (Sumber: rfa.org)

Bagikan:

JAKARTA - Rezim militer Myanmar mengatakan pada hari Jumat bahwa kampanye protes terhadap pemerintahannya berkurang karena orang-orang menginginkan perdamaian. 

Juru Bicara rezim militer Myanmar Brigadir Jnederal Zaw Min Tun dalam keterang pers di ibu kota Myanmar, Naypyitaw mengatakan, kabinet pemerintahan akan segera berfungsi kembali.

Lebih dari 600 orang telah terbunuh oleh pasukan keamanan yang menindak protes terhadap kudeta 1 Februari di mana militer Myanmar menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi. 

“Alasan pengurangan protes adalah karena kerja sama dari orang-orang yang menginginkan perdamaian, yang kami hargai,” kata Zaw Min Tun, melansir Reuters, Jumat 9 April.

"Kami meminta orang untuk bekerja sama dengan pasukan keamanan dan membantu mereka," lanjutnya. 

Kendati demikian, dalam kekerasan terbaru, setidaknya empat demonstran tewas oleh pasukan keamanan pada hari Jumat di kota Bago, dekat kota utama Yangon, kata saksi mata dan media domestik.

Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) mengatakan 614 warga sipil, termasuk 48 anak, telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta. Sementara, lebih dari 2.800 orang ditahan.

Zaw Min Tun mengatakan, sedikitnya 16 polisi telah tewas. Dia menuduh anggota Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi melakukan pembakaran dan mengatakan kampanye protes itu dibiayai oleh uang asing. Namun, dia tidak memberikan rincian.

Ditambahkan olehnya, laporan bahwa beberapa anggota komunitas internasional tidak mengakui pemerintahan militer Myanmar adalah berita palsu.

"Kami bekerja sama dengan negara asing dan bekerja sama dengan negara tetangga," sebutnya.

Sementara itu, 18 duta besar untuk negara asing di Myanmar perdamaian dan pemulihan demokrasi dalam pernyataan bersama. 

"Kami direndahkan oleh keberanian dan martabat mereka (pengunjuk rasa)," kata para duta besar tentang para pengunjuk rasa dalam pernyataan mereka.

"Kami berdiri bersama untuk mendukung harapan dan aspirasi semua orang yang percaya pada Myanmar yang bebas, adil, damai dan demokratis. Kekerasan harus dihentikan, semua tahanan politik harus dibebaskan dan demokrasi harus dipulihkan," lanjut pernyataan tersebut.

Diketahui, pernyataan tersebut ditandatangani oleh duta besar Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Kanada, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Swiss dan beberapa negara Eropa.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.