Penelitian Sebut Konsumsi Makanan Kaya Protein Ubah Bakteri Usus dan Bantu Turunkan Berat Badan

JAKARTA - Mikrobioma usus adalah komunitas mikroorganisme kompleks dalam sistem pencernaan yang memengaruhi hampir setiap aspek kesehatan. Mulai dari pencernaan dan fungsi kekebalan hingga proses metabolisme dan berat badan.

Karena pola makan memainkan peran penting dalam membentuk komposisi dan keanekaragaman mikroorganisme usus. Memahami bagaimana pilihan makanan berdampak pada ekosistem usus menjadi semakin penting.

Saat ini, pola makan tinggi protein semakin menjadi tren. Hal ini kemungkinan didorong oleh banyaknya penelitian yang mendukung pola makan tinggi protein untuk mengatur berat badan. Tren ini mengarahkan para peneliti di Universitas Illinois Chicago untuk menyelidiki dampak pola makan protein terhadap keragaman mikrobioma usus dan komposisi tubuh dalam penelitian pada tikus baru-baru ini.

Studi ini juga mengeksplorasi bagaimana protein yang difermentasi oleh bakteri usus di usus besar dapat menghasilkan metabolit yang bermanfaat, seperti asam lemak rantai pendek. Dan yang berbahaya, seperti amonia dan sulfida, yang berhubungan dengan gangguan pencernaan.

Mereka menemukan bahwa peralihan dari pola makan karbohidrat ke berbagai pola makan kaya protein pada tikus menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan. Berkurangnya lemak tubuh, dan perubahan cepat pada komposisi mikrobioma usus.

Studi tersebut menemukan bahwa mikrobiota usus merespons secara berbeda terhadap setiap jenis pola makan. Menunjukkan perubahan signifikan dari pola makan karbohidrat ke empat pola makan protein yang berbeda.

Dengan menggunakan pembelajaran mesin, para peneliti dapat memprediksi dengan akurasi 97 persen jenis makanan protein apa yang dikonsumsi tikus hanya dengan melihat bakteri ususnya.

Untuk MNT, Samson Adejumo, pemimpin penelitian menguraikan diet protein mana yang secara spesifik menghasilkan penurunan massa lemak dan berat badan paling besar.

“Kombinasi 5 persen asam amino rantai cabang dengan 5 persen asam amino aromatik menghasilkan bobot badan terendah, sedangkan [diet asam amino aromatik 10 persen] memiliki persentase massa lemak terendah tetapi peningkatan berat badan tertinggi,” ujarnya.

“Hasil ini menyiratkan bahwa selain jenis makanan, jenis mikrobioma usus yang memetabolisme makanan juga jauh lebih penting. Metabolisme mikrobioma usus dari makanan memiliki dampak terbesar pada komposisi tubuh,” jelas Adejumo.

Adejumo juga menjelaskan bagaimana perubahan yang diamati pada mikrobiota usus mungkin berhubungan dengan komposisi tubuh dan penurunan berat badan. Dia mengatakan asam amino aromatik, terutama terlibat sebagai prekursor neurotransmiter, sangat penting untuk menjaga fungsi biologis normal tubuh.

Sebaliknya, asam amino rantai cabang terlibat dalam menjaga fungsi otot dan memproduksi protein dalam perkembangan otot.

“Perubahan mikrobioma usus mencerminkan ketersediaan hayati bahan-bahan penting mikrobioma usus. Kapan pun mikrobioma usus dapat memanfaatkan bahan-bahan makanan, hal itu akan berdampak positif pada komposisi tubuh khususnya massa lemak dan massa tanpa lemak.”

Perubahan mikrobiota usus dapat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah protein yang dikonsumsi, sehingga mempengaruhi komposisi tubuh. Ini juga menyiratkan bahwa mikrobioma usus yang sehat penting untuk menjaga komposisi dan berat badan yang optimal.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan apakah pola makan protein menyebabkan semua perubahan yang diamati pada komposisi tubuh dan bakteri usus pada tikus. Namun, pola yang dapat diprediksi yang diidentifikasi oleh para peneliti menunjukkan adanya hubungan antara pola makan protein dan perubahan mikrobioma usus.